Jumat, 13 September 2013

Memantaskan Sebelum Mencintai

Aku hanya bisa menatapmu lesu dari kejauhan. Membuncah pedih dari hati yang paling dalam. Tanpa bisa mengumbar kata kepadamu bahwa aku sangat mencintaimu.

Jikalau pun bisa, sungguhlah tak pantas. Siapa aku? Aku bukanlah apa-apa. Dia yang di hatimu sekarang jauh lebih sempurna daripada aku. Aku sadar hal itu.

Tapi, aku hanya bisa mengabarkan pada mentari di kala fajar telah datang, membisiki rembulan ketika malam telah menutup. Jika aku jauh lebih baik daripada dia. Seseorang yang kini di hatimu.

Tahukah kau? Apa jawaban mereka? Ya, aku tetap bukanlah apa-apa. Aku hanya pecundang kata-kata. Merangkai huruf demi huruf menjadi sebuah rangkaian kalimat tanpa makna. Mengukir kisah pilu tanpa cara untuk mengubahnya. Aku sadar hal itu.

Lalu, apa yang aku lakukan? Tidak ada? Salah! Aku mulai memantaskan diri bersamamu. Melakukan sesuatu yang luar biasa hingga akhirnya kau sadar bahwa kau telah salah memilih, karena pilihan satu-satunya yang terbaik untukmu adalah: bersamaku.

Kuminta supir angkot tuk ajari aku mengemudikan mobil, agar aku bisa menjemput hatimu ke hatiku meski hanya pakai angkot. Terus kuminta satpam tuk ajari aku bagaimana mengamankan sesuatu, agar aku bisa menjaga hatimu selalu. Kemudian kuminta pemulung mengajariku memulung sampah, agar aku bisa tahu sesuatu yang dapat didaur ulang tuk membuatmu terus tersenyum. Terakhir, kuminta pembantu tuk mengajariku melakukan pekerjaan rumah, agar aku tahu cara terbaik mengusap air matamu di saat kau menangis.

Dan, dengan semua yang telah aku lakukan untuk bisa pantas bersamamu. Maka, kumulai tuk memberanikan diri mendekatimu di saat aku telah yakin bahwa kini aku jauh lebih baik, jauh lebih hebat, jauh lebih sempurna dan jauh lebih mudah tuk menghayal semua itu. Hahahahah!


Cukup! Berhentilah menghayal! Lakukan sesuatu dan buktikan!

Selasa, 10 September 2013

KPK Jadi Hantu - Part 3 (Kisah Komedi Horor)

Dunia yang pernah kita genggam, tempat kita mengadu nasib adalah sesuatu yang fana. Tak secercah di dalamnya yang hidup kekal. Termasuk manusia, makhluk sempurna dibanding makhluk lainnya ciptaan Tuhan.

Akhirnya setelah perdebatan tentang kematianku, aku pun dibawa oleh mahkluk halus agak kasar ke alamnya. Hal-hal yang tampak aneh terpandang jelas di mataku, gelap dan hitam.

“Pak atau Mas atau Bang, terserah. Aku mau dibawa kemana sih?” keluhku.
“Tidak perlu banyak tanya. Lebih baik kau ikuti saja aku,” jelasnya seraya terus menarik tanganku untuk mengikutinya. Aku sudah seperti tahanan yang ditenteng polisi.

Kami terus berjalan melewati lorong panjang nan gelap plus suram. Hanya suara yang berdesis yang mampu aku tangkap melalui indra pendengaranku. “Aauuuuu… ,” sebuah lolongan serigala menyeringai seketika di belakangku terdengar dan membuat kaget setengah mati meskipun aku memang sudah mati.

Beberapa langkah telah dilalui dan tiba-tiba tempat itu menjadi terang benderang bagai perang yang mengerang. Lampu warna-warni jadi penghias dan membuat mataku agak silau. Setelah hitungan detik, beberapa gadis cantik nan seram keluar dengan pakaian serba putih, rambut panjang yang menjulur ke bawah, riasan tebal dan mata yang melotot berjalan ke arah kami sambil terus menari pinggul.

“Tadaaaaa! Selamat datang di alam kematian. Tempat semua makhluk yang sudah pasti mati, hihihihihih,” teriaknya serentak sembari menunduk sebagai tanda penyambutan dan tiba-tiba menghilang seketika. Makhluk yang aneh.

Penyambutan semenit yang lalu adalah penyambutan yang paling mengharukan dan luar biasa terburuk yang pernah kulihat. Meski demikian, hal itu menjadi penghibur di kala hati sedang terterpa musibah kematian. Tak cukup sambutan yang menyerukkan kening, hal yang tidak lazim terus menghiasi tempat itu. Seperti beberapa bidan juga tampak hadir di alam yang katanya kematian ini.

“Kenapa di sini ada bidan? Alam kematian atau rumah sakit?” tanyaku penasaran.
“Bidan untuk membantu proses kelahiran kunti yang beranak dalam kubur,” jawabnya sinis plus sok manis.

Setelah berjalan cukup lama bersama makhluk yang setengah membosankan ini, akhirnya kami tiba di ruang kostum. Sangat jelas dengan tulisan KOSTUM yang terpampang pudar di pintu tersebut. Kubuka pintu perlahan dan beberapa pakaian yang masih serba putih tertata rapi dengan gantungan besi masing-masing. Aku pun mencari pakaian yang kuinginkan sebelumnya, yaitu kemeja putih dengan rompi dan dasi abu-abu. Mencari di sela-sela pakaian putih dan akhirnya ketemu, jadilah aku hantu paling modern nan tampan sejagat hantu. Kupamerkan pada makhluk pencabut nyawa itu dan dia malah tersenyum kecut. Biasa, makhluk zaman dahulu.

“Meskipun pakaian yang kaukenakan begitu rapi dibanding yang lain, tapi kamu tetap terlihat norak dan ngga cool,” ungkapnya sok imut.
“Sirik! Bilang aja kalau kamu iri karena aku lebih tampan daripada kamu, wajah hitam dan gelap plus kelam plus suram plus kusut plus pekat plus….”
“Berhenti! Kamu benar-benar hantu paling menyebalkan yang pernah aku tangani. Jika bukan perintah, maka aku ogah banget mencabut nyawamu. Ayo, ikut aku lagi dan kubawa engkau ke kuburanmu. Tidurlah kau di sana!” ungkapnya kesal dan kembali menarik-narik tanganku untuk ikut dengannya.

Sejujurnya, malas banget harus ikut dengannya lagi. Tapi, kalau aku tidak ikut, maka aku harus kemana. Tempat ini aja, aku tak tahu di mana. “Huffthh, semoga ini detik-detik terakhir aku bersamanya,” gumamku dalam hati berharap.

***

Di tengah perjalanan menuju ke tempat pembaringanku. Sekawanan hantu berbagai jenis berlari-lari penuh semangat seakan sedang mengejar sesuatu. Satu pocong yang lompat-lompat penuh lelah berada di barisan paling depan di antara semua hantu di belakangnnya. Sepertinya dia adalah sasaran utama dari kejar-kejaran tersebut. Mereka berlari menuju ke arah kami, perlahan dan semakin dekat mengerumuni kami. “Ke tepi!” teriak makhluk pencabut nyawa itu menuruhku ke tepi untuk menghindari kerumunan hantu-hantu yang berlari. Aku pun segera menepi.

Hsyuuttt! Lari mereka melesat kencang. Semua hantu begitu cepat berlari, tapi satu hantu yang tertinggal di belakang, yaitu pocong yang masih terus mengesot sembari membawa pulpen dan kertas yang ia gigit.

“Pocong yang dikejar itu siapa sih? Maling?” tanyaku super penasaran.
“Dia itu pocong dengan 3 g, jadi poconggg. Sudah tahu, kan? Pocong yang paling eksis di twitter dan yang mengejar itu adalah para followers-nya,” jawabnya.
“Termasuk pocong yang ngesot itu?”
“Tentu saja. Tapi, sebenarnya dia juga sudah terkenal karena pernah dikontrak dalam produksi film dengan judul ‘Pocong Ngesot’, tapi beberapa hantu di sini malah banyak yang membenci dia karena dianggap plagiat sama si Suster Ngesot,” jelasnya penuh intrik.

Setelah mendengar penjelasan tentang keberadaan hantu yang sudah terkenal. Kami melanjutkan perjalanan dan akhirnya sampai. Aku pun masuk ke dalam kuburanku dengan membuka pintu terlebih dahulu, disertai dengan ucapan terima kasih dan tarian hula-hula. Makhluk pencabut nyawa itu pergi tanpa sepatah kata, lambaian tangan dan ucapan “dadah!” dengan gaya chibi pun tak dikeluarkan. Sinisme!

Wuahhh! Suasana gelap pekat tergambar di kuburan itu. Apakah aku akan tidur di sini? Oh, tidak! Semua sunyi, diam, sepi, lengang, hanya aku yang berkicau tanpa ada balasan penghuni lain. “Lampu. Mana lampu? Tolong, jangan matikan lampunya!” teriakku ketakutan. Tubuhku menggigil, meriang, meradang. Aku takut! Bahkan, jika aku ingin tidur pun aku tak tahu malam telah datang atau belum karena semua sama, hitam gelap.

“Woiii! Bisa diam, tidak? Aku mau tidur!” teriak salah satu penghuni yang terasa tepat di sebelah kanan kuburanku.

Aku pun diam tanpa kata dan lanjut bernyanyi beberapa nada dengan gaya Metallica, band sejatiku. 

Diam..tanpa kata, kau seolah jenuh padaku..

“Shit! Diaammmmm…!!! Kamu mati karena apa sih? Tidak bisa diam begitu,” teriaknya menggerutu.
“Aku tersekap dan kehabisan napas di bawah tempat tidurku, kalau kamu?” sahutku balik.
“Pantas! Aku mati dibakar istri karena mendengkur begitu keras saat tidur.”
“Hahahaha.” Aku tertawa mengolok-ngolok.
“Kenapa ketawa, ada yang lucu?” tanyanya.
“Tidaakk!! Terus, bagaimana dengan istrimu? Apakah dia juga sudah mati?”
“Dia belum mati. Sekarang, dia malah bersenang-senang dengan pria lain. Padahal aku mati baru beberapa minggu yang lalu. Dasar istri yang tidak ber-peri-ke-hantuan,” omelnya, “Ya udah, aku mau tidur. Tolong! Jangan ribut lagi karena aku sudah capek, mau tidur,” harapnya terakhir.

Aku pun memenuhi harapannya untuk diam agar bisa membuatnya tertidur. Beberapa detik kemudian, bunyi getaran terasa hingga ke kuburanku. Ini seperti gempa yang berkekuatan 9.7 skala richter. Tanah merah yang membentengi kuburanku terus bergetar. Apa ini? Kutelusuri segera asal getaran itu. Dan…. Ternyata itu adalah dengkuran dari hantu sebelah yang sebelumnya terus menggerutu padaku. “Pantas dibakar, kalau aku istrinya, bukan cuma dibakar tapi akan kumutilasi, kugoreng dan setelah itu kumakan sekenyang-kenyangnya,” gumamku kejam.

Hampir beberapa menit berlalu, dengkurannya masih menggetar membahana pakai badai. “Oh, Tuhan! Sekaplah mulutnya,” harapku dalam hati. Tapi, mendengar curhatan dari hantu pendengkur terhebat di dunia itu, mengenai istrinya yang begitu cepat melupakan dirinya dan sudah bersenang-senang dengan pria lain membuat aku jadi khawatir dan begitu was-was. Apakah istriku juga begitu? Apakah dia juga cepat melupakanku? Pikiran-pikiran buruk mengeliling di benakku.


To Be Continue.

Cerpen Dewasa - Peluk Bibirku

Siang hari ini begitu terik. Matahari seakan berada sejengkal di atas kepalaku. Pancaran sinar tajam menusuk kulit yang hanya terlapis kaus tipis tanpa lengan berwarna putih berbalut sweter hitam dan jeans pendek sepaha. Rambutku yang terurai panjang berkobar merah menyala diterpa sorot matahari.

Meski terasa seperti terbakar, tapi tekadku untuk bertemu sang kekasih yang sedang dirawat di rumah sakit lebih kuat dari terpaan sinar-sinar itu. Aku bergerak ke sana dengan motor matic warna putih pemberian darinya. Kubawakan sekeranjang buah-buahan yang semoga membuatnya bangkit dan semangat lagi untuk menggenggam kesembuhan.

Beberapa menit berkendaraan, akhirnya muka rumah sakit terpancar di mataku. Segera kuparkir motorku dan berjalan masuk ke lingkungan rumah sakit. Terus menelusuri lorong-lorong rumah sakit dan mencari kamar rawat kekasihku. Tak lama kemudian, tibalah aku di depan kamar rawatnya. Kubuka pintunya dan seketika itu kulihat dia berusaha bangkit sehabis bebaring di ranjang. Aku pun menghampirinya dan membantunya bangkit. Sementara keranjang buah keletakkan di meja samping ranjang.

“Ada apa sayang? Kenapa kamu ingin bangkit? Tidurlah! Istirahatlah!” tanyaku cemas.
“Sayang! Kamu semakin cantik memesona. Melihat sinaran matamu dan pancaran senyumanmu membuat semua luka yang mengerumuni tubuhku hilang seketika. Jangan tinggalkan aku permaisuriku.”

Saat itu juga, dia lansung menarik tubuhku dan memelukku. Aku berusaha menolak pelukannya karena aku takut akan membuat luka di tubuhnya semakin parah. Tapi, dia semakin mendekapku erat. “Lepaskan aku! Ini bisa menyakitimu.” Aku terus menolak tapi dia malah lebih erat lagi dan aku makin sulit melepaskan itu semua. 

“Peluk aku! Peluk aku!” rintihnya memaksa.
“Aku tidak bisa,” kusentakkan pelukan itu dan tak sengaja mendorongnya hingga ia tersungkur ke lantai dan seketika itu dia lansung menjerit kesakitan. Melihat dia demikian, refleks segera kutolong dan membangkitkannya. “Maafkan aku, sayang!” ucapku penuh sesal.

Tiba-tiba ia menarikku lagi, memelukku dan kali ini aku hanya pasrah menerima pelukannya. Tak terkira, dia lanjut membuka sweter yang masih kukenakan. Menghempaskan rambutku dan berusaha mengulum kulit leherku. Perlahan, bibirnya disekatkan pada bibirku. Jantungku berdebar kencang. Seperti biasa, ciuman ini bertahan lama meski bibirku telah kaku. Jemarinya yang gemulai telah menjamah ke seluruh permukaan kulitku. Meski bibirku mulai lelah, tapi dia tak juga menyudahinya. Lamban dan semakin cepat, dia berhasil menyuluti pakaianku. Pikirku bahwa ia seakan hasut dalam gairah yang membahana dan melupakan semua luka yang menjulur di tubuhnya. Ia bahkan tak pernah merasakan sakit itu.  Tempo semakin lambat, ia terus menyentuhku dan memberikan kenikmatan hidup itu setelah yakin telah membuatku tak berpakaian. Meremas segala kehormatan yang ada.


Hampir satu jam lamanya dia membalut aku dengan penuh gairah cinta, bibirnya yang terus meransang bibirku. Jari jemarinya yang meraba ke semua permukaan kulit. Akhirnya dia melepaskan aku setelah sadar beberapa menit lagi perawat segera datang memberikan perawatannya. Segera kukenakan semua pakaianku dan pergi meninggalkannya. “Maaf, aku harus pulang, sayang,” mohonku untuk pergi dan ia mengangguk setuju.

Aku berlari gesit meninggalkan rumah sakit. Keluar dan segera mengendarai motor pergi dari tempat itu. Beberapa minggu setelah kejadian itu dan ketika dia telah keluar dari rumah sakit, kurasakan mual-mual sepanjang hari. Orang tuaku menyarankan untuk periksa ke dokter. Setelah melakukan pemeriksaan, aku terkejut cemas menyadari bahwa ternyata aku hamil. Hamil? Siapa yang menghamiliku?

Kuhubungi dia, kekasihku, memberitahukan bahwa aku hamil. Kutelepon beberapa kali, tapi tak diangkat juga. Kukirim pesan singkat, pun tak dibalas. Kemana dia? Aku semakin takut dan setelah kuketahui tentang kehamilanku, aku tak juga memberitahukan orang tuaku. Aku takut dan apa yang akan mereka katakan jika aku hamil di luar nikah. Ini sungguh bejat dan telah mempermalukan nama keluarga.

Keesokan harinya, ketika sang fajar baru saja muncul. Kulihat ada pesan singkat yang masuk di telepon genggamku. Kubaca dan itu datang darinya, kekasihku. Dia berkata bahwa ia ingin menemuiku siang ini. Saat siang harinya, segera ‘ku berangkat ke tempat yang ia maksud dan kutemui dia tepat berada di jembatan taman.

“Sayang, aku hamil,” ungkapku sembari air mata mengalir perlahan.
Ia lalu memelukku dan mengusap rambutku lemah lembut. “Tak apa, sayang! Aku ingin kok tanggung jawab. Kamu tak perlu cemas dengan semua ini, kita akan jalani bersama. Tapi, maaf soal kemarin karena aku tidak angkat teleponmu karena sedang sibuk proyek kantor. Jangan nangis,” ucapnya lembut lalu menghapus air mataku.

Aku sangat bahagia mendengar pernyataannya kalau dia ingin tanggung jawab. Begitu senangnya diriku, seketika itu kudekatkan wajahku ke wajahnya. Kulekatkan bibiku ke bibirnya. Kami kembali mengulang masa-masa bergairah bersama.

Akhirnya setelah hari itu, kami pun menikah. Perasaanku terus diceluti kebahagiaan. Dan sembilan bulan kehamilanku. Setelah perutku semakin membesar dan aku siap untuk melahirkan. Hampir setengah jam dan putriku pun lahir dengan selamat. Kami memberinya nama: Birdy Aungelina. Kukabarkan pada dunia melalui genggam teleponku bahwa anakku, Birdy Aungelina, telah lahir. Mantan kekasihku yang sekarang menjadi suami teramat bahagia mendengar kabar kelahiran putri kami.

Segera ia masuk ke kamar persalinan dan menggendong putri kami. Dia mencium bibirnya hangat dan aku balik mencium pipi suami. Kami sangat bahagia.

Selasa, 03 September 2013

KPK Jadi Hantu - Part 2 (Kisah Komedi Horor)

Setiap manusia memiliki cara yang berbeda-beda untuk menemui Tuhan. Dan, dari semua manusia yang pernah terlahir di muka bumi, maka pasti akan kembali padaNya. Pada siapa? Pada Tuhan yang menciptakan.

Hampir tiga hari lamanya mayatku terbujur kaku membusuk di bawah tempat tidur. Meski baunya tak mampu tercium lagi oleh indra penciumanku, tapi aku yakin baunya sungguh meracun. Saking baunya, tak satu pun hewan yang mampu hinggap lama di atas mayatku, apalagi harus mendekat. Mereka keburu muntah duluan.

Setiap hari yang aku lakukan hanya menangis memperhatikan mayatku sendiri. Tanpa bisa menyentuhnya, apalagi berbicara sepatah kata pun padanya. Aku kesepian menggantung sebagai makhluk yang tidak jelas keberadaanya. Makhluk yang ingin membawaku ke alamnya pun tak datang-datang menampakkan sosoknya. Seseorang yang setidaknya bisa melihat mayatku dan memakamkannya dengan layak juga tak datang-datang, termasuk istriku.

Di tengah lamunanku, seseorang tiba-tiba mengetuk pintu. “Tok..tok..tok, sayang, tolong buka pintunya. Aku, istrimu datang. Maaf, kemarin aku ngga bilang kalau pergi nonton konser Metallica dan nginap di rumah orang tuaku dulu. Kamu marah, ya?” teriaknya kencang di balik pintu sembari terus mengetuk pintu.

Seketika itu aku menangis mendengar suara istriku. Sadar kalau tidak bisa lagi menyentuh pipinya yang jelek, menggenggam tangannya yang kasar, mendengar dentuman bunyi buang gas setiap sebelum tidur darinya. Berasa ingin teriak tapi tak mungkin lagi terdengar. Kita telah memiliki dunia yang berbeda.

Beberapa menit kemudian, akhirnya istriku masuk ke dalam rumah dengan kunci yang sudah lama ia simpan sendiri. Ketukan pintu tadi cuma sekadar iseng darinya. Ia memang sering bertingkah bodoh seperti itu. Walau sebenarnya dia memang bodoh.

“Sayang, kamu di mana? Aku sudah di dalam rumah. Oh iya, kenapa rumah begitu bau? Lebih bau daripada gas busuk dari anus. Kamu habis perang buang gas, ya?” tanyanya teriak-teriak seraya memencet hidungnya yang hampir habis.

Aku terus memperhatikannya melongo perlahan menuju kamar tidur tanpa bisa berbuat apa-apa untuk menyadarkannya kalau aku ada di dekatnya. Perlahan dan akhirnya ia tepat di muka kamar, membuka pintu dan masuk. Dia terperangah kaget ketika melihat aku telah terbujur kaku plus pucat pasi. Ia mengangkat tempat tidut itu, lalu mengeluarkanku. Ia menangis sejadi-jadinya meski air matanya tak menetes setetes pun.

***

Saat istriku akhirnya menemukan mayatku di bawah tempat tidur. Pada sore hari, beberapa pelayat pun datang ke rumahku. Mereka datang untuk menghibur keluarga yang kutinggalkan, meski mereka bukanlah penghibur seperti penyanyi.  Cukup uang dalam amplop putih yang menjadi penghibur hati.

Beberapa orang juga siap memakamkanku. Melakukan prosedur panjang, seperti pengesahan mayat, penandatanganan hak milik mayat dan perekrutan stuntmen jika terdapat masalah. Setelah semua selesai, akhirnya mayatku siap terbaring abadi di bawah tanah merah muda kecoklat-coklatan.

“Sayang, kenapa baru pergi sekarang? Aku sudah lama menanti saat seperti ini.” Meski terdengar aneh, tapi istriku terus meronta-ronta selama penguburan terjadi. Jika diberi kesempatan, ingin rasanya aku memeluknya dan berkata padanya bahwa aku sungguh mencintai Metallica.

Penguburan selesai dan semua orang termasuk istriku pun meninggalkan pemakaman. Tinggalah aku sendiri menangis pijar melihat kuburanku. Sesekali rasa takut membuncah di dadaku karena berada di tengah pemakaman. Aku takut sesosok hantu buruk rupa menampakkan dirinya. Hingga malam, aku tak jua meninggalkan pemakaman. Suara burung yang katanya hantu menyeringai dan menusuk-nusuk pendengaranku. Beberapa tangis merintih juga terdengar jelas di antara kuburan-kuburan yang ada. Rasa takut makin menjadi-jadi ketika suara mengerang menjerit-jerit kesakitan terus terdengar. Aku merinding, bulu kudukku berdiri tegak. Angin malam yang menamparku juga membuat tubuhku menggeliat ketakutan.

“Haaakhh!” sesosok mengejutkanku dari belakang. Aku berbalik cepat dan rupanya dia adalah makhluk yang pertama kali kulihat saat aku menjadi seperti ini, makhluk yang ingin membawaku ke alamnya.

“Kenapa melamun? Hantu kok takut hantu. Sebaiknya kamu masuk ke sekolah hantu biar menjadi hantu sejati. Oh iya, maaf, aku baru bisa datang sekarang karena lalu lintas sedang macet dan BBM naik. Bukti yang sebelumnya kau minta sudah ketemu. Ini dia!” ungkapnya lembut agak kasar sembari menodongkan bukti yang dimaksud.

Aku membaca perlahan surat bukti mengenai kematianku. Benar! Kurnia Putra Kosim, namaku telah tercatat di lembaran kertas itu.

“Ahaa! Sudah percaya, kan? Makanya jadi hantu ngga usah ngeyel. Baiklah, sekarang ganti pakaianmu itu dengan pakaian ini. Ada pakaian pocong, kunti, genderuwo, tuyul. Silahkan pilih dan semuanya gratis,” tawarnya.
“Ahh, ngga mau! Semuanya sudah pada eksis duluan dan pakaiannya juga agak kusut. Karena aku meninggal di abad modern. Aku mau pakai kemeja putih dengan rompi dan dasi abu-abu. Kalau tidak, aku mengundurkan diri sebagai hantu,” tolakku menggerutu.
“Sejak pertama ketemu hingga sekarang tetap menyebalkan. Baiklah, pakaianmu diganti di alam kematian saja. Sekarang ikut denganku,” tawarnya lagi dan sedikit kesal.

Aku pun menerima tawarannya dan akhirnya aku di bawa ke alamnya. Alam kematian yang masih belum aku mengerti.

Bersambung .... To Be Continue

KPK Jadi Hantu - Part 1 (Kisah Komedi Horor)

Hampir dua hari 'ku tersekap di bawah tempat tidur sendiri. Hanya angin yang sesekali lewat menjadi pengisi perut. Selarut suntuk kuhabiskan hanya untuk berusaha, menjerit, mendedau dan berteriak memohon pertolongan. Tapi, tak sampai jua ada yang datang, memunculkan sosoknya.

Semua ini bermula ketika aku sembunyi di bawah tempat tidur untuk menghindari istri meminta semua uang gajiku. Padahal uang tersebut ingin kupakai untuk nonton konser Metalicca. Tapi, karena badan gembrot yang kumiliki malah membuatku tersangkut. Kudorong tubuhku tapi tak jua keluar. Malah, istri yang kutakutkan menjarah semua gajiku, tak muncul juga.

Waktu semakin berlalu dan kerongkongan makin kering. Aku haus, napasku pun mulai sesak. Akhirnya kuputuskan menangis, meneteskan setetes demi setetes air dari mataku agar dapat mengalir dan turun ke mulutku, agar aku bisa meminumnya, lumayan untuk penjanggal kehausan.

Ternyata itu tak cukup untuk membuatku bertahan dengan kondisi pelik begini. Sakit dan makin sakit. Aku makin sesak, sesak sekali. Napasku perlahan tertahan, jantungku terasa tak berdetak lagi dan akhirnya aku menghembuskan napas terakhir.

***

"Hahahaha... ." Sebuah dentuman bunyi tertawa menyusup telingaku dan membangunkanku. Aku terbelangah kaget ketika kulihat diriku sendiri tersekap di bawah tempat tidur. Siapa dia? Apakah itu aku? Tidak mungkin! Aku menjerit ketakutan dan tak percaya apa yang baru saja aku lihat. Ini seperti mimpi tapi nyata bagiku. Aku kembali kaget ketika 'ku berbalik dan melihat sesosok makhluk yang tinggi besar dengan menggunakan jubah hitam. Mukanya tak terlihat karena begitu gelap, ia sangat hitam. Hanya sinaran matanya yang merah menyala terus kupandangi. Ia menggenggam sebuah tombak panjang di tangan kanannya dan terus tertawa tanpa wibawa.

"Wahai Kau manusia yang keji dan hina. Kau telah meninggal dan kini saatnya kubawa kau ke alamku. Alam tempat yang mana semua makhluk keji sepertimu berada," ungkapnya menyeringai.

Aku masih tak percaya dengan apa yang kurasakan, kulihat dan kudengar. Tidak mungkin aku telah meninggal, baru saja aku meminum air mataku sendiri dan aku yakin itu bisa membuatku bertahan.

"Maaf pak, sepertinya Anda salah orang. Aku ini masih hidup, lihat wajahku! Masih kece, keren dan wanita menggilai. Mana ada hantu setampan saya?" elakku padanya dan ia terus menarik-narik tanganku untuk ikut bersamanya.

"Ayo, kamu tidak usah bohong, Kurnia Putra Kosim atau yang disingkat KPK, namamu telah tercatat di lembar kematian. Kamu juga sudah didaftarkan untuk mati pada hari ini. Jadi, kamu tidak usah mengelak."

"Kalau memang betul aku telah meninggal, mana buktinya?" tangtangku dengan keringat yang mulai terucucur keluar karena takut perlahan menyelimutiku.

Wajahnya tampak kebingungan. Sepertinya dia tak mampu membuktikan perkataannya bahwa aku telah tercatat untuk mati saat itu. Meskipun dia tahu namaku. Nama seperti itu kan banyak. Emang iya? Lanjut.

"Ngeyel banget sih nih orang. Maksudnya, hantu. Kalau sudah mati, yah mati saja. Aku masih banyak pekerjaan yang harus aku lakukan, bukan cuma untuk mengurus kamu. Baiklah, kalau kamu minta buktinya. Ada di sakuku," lalu diraihnya bukti yang dimaksud dalam saku tapi sepertinya bukti tersebut hilang, dicari lagi ke saku-saku lainnya. Tapi, tak jua ketemu. "Ehh, maaf! Catatannya kelupaan. Oke, jangan kemana-nana karena setelah pesan-pesan berikut ini aku akan kembali dan memberikan kamu buktinya," katanya terakhir dan segera menghilang seketika.

Cara menghilangnya sangat aneh, ia mengeluarkan asap tebal bagai gedung yang sedang kebakaran. "Huuk,, hukkk, makhluk yang aneh. Masa' aku dikira telah meninggal. Tapi, siapa orang di bawah tempat tidur itu? Apakah itu aku?" gumamku sambil batuk karena ulah asap tebal itu.

Saking penasaran dengan orang di bawah tempat tidur, lalu kuputuskan untuk memeriksanya dan betapa terperanjatnya aku ketika melihat ternyata dia adalah aku dan aku adalah dia. "Haaaaaaa...!" pekikku kencang.

Bersambung... To Be Continue...

Hayoooo....!!! Penasaran apakah makhluk pencabut nyawa itu berhasil membawa Kurnia Putra Kosim atau yang disingkat KPK ke alamnya untuk dikumpulkan bersama manusia-manusa lainnya yang telah meninggal. Saksikan kisah selanjutnya di "KPK Jadi Hantu" Part 2

Puisi: Melepas Pedih yang Perih

puisi cinta kebersamaan