Senin, 27 Oktober 2014
Hai orang-orang
yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap
siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu
beruntung.
(Q.S Ali-‘Imran : 200)
Dika berdiri tegak, pokoknya dia nggak
mau bergerak. Lama banget. Pikirnya, hanya itu satu-satunya cara agar bisa
menyembunyikan kaki pincangnya. Kasihan sih, dia pincang karena kecelakaan
motor. Dia memang sudah hati-hati tapi Allah selalu punya rencana lain untuk makhlukNya.
Dika pun tetap bergeming. Padahal di
ujung jalan, seseorang sedang menantinya. Dia masih saja takut untuk melangkah.
Namun dia nggak mungkin bersembunyi lama. Kalau tidak, dia tak akan bertemu
orang itu. Dia harus segera berjalan dan biarkan yang lain tahu tentang
kakinya.
Dengan perlahan dia melangkah. Semua
mata mulai memandanginya. Dia sangat malu.
Bukan tatapan itu yang membuatnya malu.
Dia malu dengan dirinya yang sudah berdiam lama banget. Apa yang mesti
ditutupi? Allah masih memberinya kaki. Bedanya, kaki itu kini sulit digerakkan.
Dia terus saja berjalan timpang. Mulai tak
peduli tanggapan lainnya. Dia tetap percaya kalau masih sama dengan yang
lainnya. Makhluk Allah yang diciptakan sangat sempurna dibanding makhluk
ciptaan lainnya.
Tak menyangka, seseorang sengaja
menabrakkan tubuh besarnya ke arah Dika. Eh, tak lantas menolong saat Dika
sudah terjatuh. Dia malah menjulurkan lidahnya. Lalu, langsung pergi sembari
memberi olokan dengan berjalan layaknya orang pincang.
Astagfirullahaladzim! Dika beristigfar
berkali-kali. Diusapnya dadanya agar amarah yang sebenarnya bisa menggejolak
tak keluar. Kemarahan yang tak penting malah merugi.
Dika bisa saja membalas perbuatan orang
itu. Dia mungkin mengejek dengan nada terkasar. Bisa jadi begini, “Lebih baik
pincang karena kecelakaan, daripada kamu yang tiba-tiba pincang tanpa sebab yang
jelas.” Tapi, Dika tahu itu malah bikin runyam.
Dika memilih berserah pada Yang Maha
Kuasa. Menunduk pada keagunganNya dan bersabar diri. Dia bukan pengecut yang tak
berani membalas namun kadang kesabaran sebagai bukti bahwa dia masih kuat. Dia
memperbaiki posisinya dan berdiri sekuat tenaga.
Dika kembali berjalan. Orang-orang pun
masih meliriknya. Namun dia sudah santai dan tak ambil pusing omongan itu.
Langkah demi langkah, dia bertemu juga dengan sahabat lamanya, yang akhirnya
bersua lagi sejak ditolong saat kecelakaan kemarin.
Langganan:
Postingan (Atom)