Jumat, 26 Desember 2014
-saat tawa dan tangis adalah hal yang sama-
[Bagian 2]
“Mana mungkin aku tanya. Gengsi kali. Oh, iya. Mr. Google kan tahu segalanya. Ayo apa?” tanya Ewin.
Ryan langsung menyambut pertanyaannya dengan muka dungu. Ia menempelkan jari telunjuknya ke jidat, dengan maksud berpikir. “Sepucuk senja?”
***
“Ah, lama sekali lu mikir, Bro. Jamuran nih gue!” Fahmi menepuk pundak Ryan hingga seakan-akan alinea dalam otaknya yang cemerlang menghilang.
“Sabar kali. Jaringan di otakku kan nggak pakai speedy, dimaklumi lah!” keluh Ryan. Jarinya masih terlekat di jidat.
Sepucuk senja? Dua kata yang terangkai dari bibir tipis Ayu berhasil membuat tiga sahabat itu memutar otak, bahkan Mr. Google super kelayapan. Betapa tidak, kekata sederhana tersebut diyakini memiliki makna lebih bagi Ayu. Jadi, tak ada alasan Ewin untuk abai.
Sebenarnya bukan cuma kata ‘sepucuk senja’ yang keluar meruak dari otak Ayu, yang memang putrinya kata-kata hingga Ewin jadi linglung. Pernah sekali waktu, wanita pencinta senja ini juga mengucap sebaris kalimat penuh misteri, saat Ewin pertama kali berkenalan dengannya.
“Aku terlahir dalam pangkuan rembulan saat cahaya lembayung datang, tapi jika kau ingin mengenalku, jangan tatap aku seperti lembayung. Lihatlah segaris kuning di tepinya!” katanya saat itu.
Mata Ewin berputar, tak mengerti. Ingin berkenalan dengan seorang wanita saja harus belajar dulu. Lantas, segera ia tersenyum cerah dan mengadu ke Mr. Google.
Saat itu, otak Ryan lagi encer hingga sekali pikir kalimat tersebut langsung tertebak. Maknanya begitu sederhana. Ayu lahir saat langit di sebelah barat berwarna ungu setelah matahari terbenam. Walaupun begitu, ia tak ingin dianggap bunga ungu pada perkenalan pertama karena maknanya cinta kasih. Melainkan ia ingin dijadikan seperti bunga kuning yang bermakna suatu awal indah dalam persahabatan.
Setelah tertebak, Ewin mendalami makna tersebut hingga persahabatan mereka tercipta hari demi hari. Ia selalu ada ketika Ayu dalam suka dan duka, bahkan jadi pendengar setia segala curahan yang keluar dari dasar hati wanita lemah lembut itu, termasuk hubungan Ayu dengan Sofyan, kekasihnya.
Berat. Sangat berat. Tiap kali Ayu melayangkan sosok Sofyan yang begitu dicintainya langsung menghunjam hati Ewin, membuatnya seperti kertas lusuh yang telah dicabik-cabik. Tapi, ia berusaha tegar menghadapinya apalagi senyum selalu tersungging di bibir Ayu yang semakin membuat ia terkulai. “Tak masalah yang dikagumi orang lain, asal senyumannya senantiasa terlukis untukku,” pikirnya kala itu.
Hari pun terus berganti, perasaan Ewin pada Ayu kian bertambah. Setiap kata cinta yang dikeluarkan Ayu untuk Sofyan menjadi momok baginya. Setiap kali juga ia berharap kata cinta itu dimaksudkan untuknya. Namun kapan? KAPAN? Ia tak pernah mampu mendatangkan hari itu.
“Cewek memang aneh, tak pernah mulus jalan pikirannya. Apa sih yang ada dalam otak mereka?” Fahmi mendengus. Ia sepertinya sudah capek memikirkan makna dibalik ‘sepucuk senja’.
“Mereka tidak aneh, hanya saja kita yang belum paham akan maksudnya.” Ewin memelas.
“Ahaaah!” Ryan berteriak heboh seperti kerasukan ilmuwan hebat. Matanya berbinar-binar dengan bibir tersenyum sempurna. Tampaknya baru saja ia kejatuhan jawaban terbaik mengenai ‘sepucuk senja’.
Ewin mengangkat dagunya karena kaget dan langsung menatap Ryan penuh selidik. Sementara Fahmi lebih terkejut, sehelai rambutnya pun berayun jatuh. Lalu, segera dikibaskan jambulnya sedikit ke kanan.
“Lu udah dapat jawabannya, Bro?” tanya Fahmi, ditarik-tariknya sweter Ryan.
“Iya, nih. Kau sudah paham makna dibalik sepucuk senja itu? Cepat berita tahu aku!” paksa Ewin. Ia ikut menarik-narik sweter Ryan.
Melihat dua sahabatnya kian agresif, Ryan pun menggenggam tangan mereka dan menjauhkan dari sweternya. “Kalian kok jadi ganas begini? Tenang!” ucap Ryan sambil tersenyum angkuh.
“Cepetan kali, Bro! Sumpah, gue udah hampir mati penasaran,” desak Fahmi.
“Masih hampir, kan?” canda Ryan.
Fahmi kembali meninju bahu Ryan, ia sudah terlalu geram.
“Baiklah!” Ryan melempar senyum yang kesekian kalinya. Lalu, ia menunjuk ke salah satu arah, di tepi jalan dekat dua pohon besar yang mengapit sebuah warung kecil.
Ewin dan Fahmi sontak memalingkan wajah ke arah tersebut. Alis mereka terangkat bersamaan.
“Warung? Lu lapar, Bro?” tanya Fahmi agak heran.
“Oh iya, tubuh kau kan besar jadi nggak bisa mikir kalau lagi lapar, ya? Baiklah, aku traktir.” Ewin mendesah lemah.
“Iya, sih, aku memang lapar.” Ryan menggaruk kepalanya, malu. “Tapi bukan warung itu yang kutunjuk. Melainkan gerobak penjual bunga yang di sebelahnya.”
“Bunga? Untuk apa?” tanya Ewin.
“Senja itu warnanya apa?” Ryan balik bertanya.
“Merah kekuning-kuningan,” jawab Ewin segera.
“Oranye. Sementara sepucuk juga berarti setangkai. Jadi, sepucuk senja artinya setangkai bunga berwarna oranye. Nah, berikan saja bunga mawar oranye!” terka Ryan.
“Tidak sia-sia lu jadi Mr. Google. Mengatasi masalah tanpa celah,” puji Fahmi. Ia berkali-kali mendorong tubuh Ryan karena kagum.
“Tapi---” Suara Ryan meninggi.
“Tapi apa?” Ewin terkesiap, begitu pula dengan Fahmi.
“Dari yang aku baca di Tempo, mawar oranye memang tidak populer tapi mempunyai makna paling dalam. Warna oranye tersebut sebagai simbol gelora cinta yang menggebu serta kekaguman yang luar biasa. Nah, bisa jadi sebagai tanda kalau ia mulai menaruh hati untukmu.” Mata Ryan langsung berkilat.
“Wah, selamat, Bro! Tak sia-sia lu bersabar.” Fahmi menarik tangan Ewin dan menyalaminya.
Sementara itu, tampang Ewin masih terlihat linglung. Ia belum bisa percaya, Ayu juga telah diam-diam mencintainya. Yang ia yakini, Ayu sangat mencintai Sofyan seperti cintanya pada Ayu yang tak kan berhenti. Kalau itu memang benar. Yang ia tak paham, apa maksud semua itu?
“Ada apa, Bro?” Fahmi menatap wajah Ewin bingung.
“Apa benar dia juga mencintaiku? Terus, maksudnya apa dengan Sofyan? Atau, barangkali yang dimaksud di sini bukan mawar oranye tapi mawar kuning yang berarti persahabatan yang indah.” Ewin masih mengelak makna yang diberikan Ryan. Bukannya ia tak senang, melainkan bisa jadi kesempatan besar baginya memiliki Ayu. Tapi, ia tak ingin cinta yang palsu.
“Itu sih terserah kau, saudaraku. Aku kan cuma kasih penjelasan akan makna sepucuk senja,” ucap Ryan pasrah. Ia tak bisa berbuat banyak, soalnya itu masalah prinsip.
“Ah, kalian berdua lama sekali. Kita ke penjual bunga dulu. Liat tuh udah mau bye, kan?” seru Fahmi. Ia menarik kedua tangan sahabatnya itu.
Setelah di depan gerobak penjual bunga, mata Ewin langsung tertuju pada dua tangkai mawar. Ia pun mengambilnya dan meletakkan masing-masing di kedua tangannya. Setangkai mawar oranye di tangan kanan dan setangkai mawar kuning lagi di tangan kiri.
“Oranye atau kuning? Cinta atau persahabatan?” tanya Ewin bingung, sekaligus gundah teramat dalam.
Bersambung!
Terima kasih sudah berkenan untuk membaca CERBUNG ini :) Oh iya, menurut kalian Ewin bakal pilih mawar oranye atau kuning? Penasaran! Saksikan terus kelanjutan cerita ini: TAYANG SETIAP HARI SABTU :D
Related Story for Cerita Bersambung
,Romance
0 Comments
Langganan:
Posting Komentar (Atom)