Sabtu, 20 Desember 2014
-saat tawa dan tangis adalah hal yang sama-
[Bagian 1]
Jangan pernah bermain cinta, jika tak ingin dipermainkan oleh cinta! – NN.
Kalimat tersebut sama halnya jika tak ingin terbakar, maka jangan main api. Yah, cinta itu memang seperti api. Saat ia masih kecil, semua memuja bahkan memanfaatkannya. Tapi, ketika ia membesar dan tak dikendalikan dengan baik, ia bisa saja membakar. Membuat sakit dan meninggalkan luka.
Barangkali itu yang kini dialami Ewin, lelaki jangkung dan kurang berdaging, yang memiliki nasib cinta paling pedih seantero kota. Setelah menjatuhkan tambatan hati pada Ayu, seorang cewek yang ditaksirnya sejak sekelas di bangku SMA yang rupanya telah punya kekasih, membuat ia harus memendam cinta dalam-dalam. Ia tak berani mengungkapkannya, juga tak ingin meninggalkannya. Jatuhlah ia pada jomblo tak kunjung usai.
Nasibnya sebagai jomblowan itu cukup lama, bahkan mungkin telah lupa kali terakhir berpacaran. Nggak perlu tepok jidat! Itu sudah biasa buatnya.
Ia betah menjomblo bukan tanpa sebab. Pertama, bukannya tak laku, malah kalau dihitung sudah ada puluhan cewek yang bisa ia dapatkan. Apalagi dengan wajah tampan melankolisnya serta otak brilian. Tapi, kemunafikan atas cinta yang ia pikir hanya membuang waktu dan mengganggu aktivitas sekolah. Semua cinta yang datang pun berlalu pergi. Kedua, alasan paling klise, belum ada yang bisa menggantikan sosok Ayu di hatinya.
Bagi Ewin, Ayu memang bukan bidadari yang turun dari kayangan atau seorang putri yang ditakdirkan untuk sang pangeran. Tapi, Ayu serupa cahaya di kegelapan malam yang mengalahkan terang kemerahan pada penghujung hari. Ayu juga laksana kelopak bunga yang merekah pada puncak getirnya hati. Dan, Ayu bagaikan napas penyejuk jiwa.
Sejauh ini, Ewin belum mampu melumpuhkan Ayu di hati terdalam. Memang bodoh, bahkan terlalu bodoh, ia tetap menyimpan rasa itu seperti lelaki angkuh yang menyembunyikan harta karunnya. Namun, mungkin rasa itu tak akan tersimpan cukup lama. Besok, saat usia Ayu genap tujuh belas, ia berniat mengungkapkannya.
Salahkah? Menurut ia, itu sama sekali tak salah. Hatinya bukan gudang yang mampu menyimpan benda hingga berkarat bahkan berdebu, ia juga ingin wanita bertubuh ramping dan tinggi, serta rambut khasnya yang panjang tergerai dengan pita merah jambu tahu apa yang ia rasa. Walau ia tahu benar, Ayu adalah milik orang lain.
“Bro, Lamunin apa? Galau, ya?” tegur Ryan, sahabat karibnya yang tiba-tiba datang bersama Fahmi. Mereka lantas merusak bayang-bayang Ayu di pikiran Ewin.
“Iya nih, muka lu kayak kaos kusut saja yang dari tadi belum disetrika. Apa, yo? Cerita! Kita kan flend,” tambah Fahmi. Muka Ewin semakin ditekuk.
“Friend!” protes Ryan, lalu digetoknya kepala Fahmi.
“Iya, Mr. Google!” jungur Fahmi.
“Begini, loh, fend!” Ewin mulai bersuara.
“Friend!” protes Ryan, lagi.
“Iya! Mau dengar cerita aku, nggak?” keluh Ewin. Muka yang ditekuk, semakin tertekuk.
“Ah, abaikan saudara kita yang mirip Google ini. Apa-apa, ngasih info. Ayo mulai cerita!” Fahmi balik menggetok Ryan, hingga membuatnya mendengus kesal.
“Kalian kan tahu, telah lama kusimpan rasa untuk Ayu. Sungguh! Aku sudah penat dengan semua ini. Kuingin ia segera tahu aku padanya. Aku tak peduli dianggap apa nanti karena mengungkapkan cinta pada kekasih orang.”
“Lu juga sih, bro. Mencintai cewek yang punya kekasih. Lihat gue, dong, kalau nyari cewek!” tukas Fahmi. Sahabat Ewin yang satu ini, yang merupakan ketua voli sekolah memang paling mudah mencari cinta. Didukung dengan tubuh kekar dan stylish, sekali lirik mampu menghasilkan cinta yang baru. Meski ia juga tipe cowok setia, tapi cepat sekali bosan dengan seorang cewek. Hanya berkisar sebulan atau paling lama dua bulan, ia putus dengan pacarnya. Katanya, sih, lebih baik diputusin daripada diselingkuhin. Jadi, ia butuh kekasih yang mampu meluluhlantakkan hatinya. Membuat ia tak mampu lagi berpaling.
“Seperti yang aku baca di Wolipop, salah satu tips jika mencintai kekasih orang, ya, hargai hubungannya. Memang pedih harus menyembunyikan perasaan pada orang yang kita suka. Tapi, jangan maju dulu apalagi ia masih berstatus punya orang! Nanti dicap perusak hubungan, loh. Kalau memang ia takdirmu, ia tak kan lari ke mana seperti burung merpati yang akan kembali pada majikannya.”
Seperti kebiasaannya, Ryan menjelaskan panjang lebar. Ia memang sering dijuluki Mr. Google karena kebiasaan tersebut. Ia yang juga ketua Komunitas Baca yang ada di sekolah, bertubuh tinggi tegap berotot dengan kacamata bening khas miliknya. Lelaki kutu buku dan paling pemalu ini juga memiliki kisah paling pedih akan cinta. Setiap kali ada cewek yang dekat dengannya, apalagi kalau cantik dan mungkin tipenya banget, ia kikuk duluan dan bahkan bisa kencing berdiri. Padahal, wajahnya itu cukup lumayan jadi pajangan toko. Eh?!
“Ah, kalian tambah bikin aku gagana!” sebal Ewin.
“Gagana?” tanya Ryan dan Fahmi kompak.
“Tumben lu kagak tau. Lagi eror google-nya?” sindir Fahmi. Ia mengarahkan tinjunya ke bahu Ryan.
Ewin terkikih sekejap, lalu kembali memasam. “Gundah gulana merana. Tapi, sebenarnya bukan cuma itu yang bikin aku galau.”
“Terus apa?” tanya Ryan penasaran. Matanya melotot ke arah Ewin.
“Kemarin kan tanya sama Ayu. ‘Mau hadiah apa di ultahnya besok?’ Eh, ia cuma bilang, ‘Aku sudah anggap kamu sebagai kakak paling istimewa. Jadi, aku cuma butuh sepucuk senja darimu.’ Lah, mana aku tahu sepucuk senja itu maksudnya apa?” jelas Ewin sambil menirukan gaya Ayu saat mengucapkannya.
“Ngapain lu gak tanya sama dia maksudnya apaan? Barangkali semacam kode lagi,” ucap Fahmi sok menerka.
“Mana mungkin aku tanya. Gengsi kali. Oh, iya. Mr. Google kan tahu segalanya. Ayo apa?” tanya Ewin.
Ryan langsung menyambut pertanyaannya dengan muka dungu. Ia menempelkan jari telunjuknya ke jidat, dengan maksud berpikir. “Sepucuk senja?”
Bersambung!
Related Story for Cerita Bersambung
,Romance
0 Comments
Langganan:
Posting Komentar (Atom)