Selasa, 06 Agustus 2013

Malam Berdarah 2 : Balas Dendam

Haloo!!! Sudah pada baca kan cerpen Malam Berdarah sebelumnya? Kalau belum, sebaiknya Anda harus baca karena cerpen berikut ini adalah lanjutannya.

Author: Justang
Title: Malam Berdarah 2 : Balas Dendam
Genre: Thriller, Horor
Part: 2

Bercak darah yang masih menggulung-gulung kenangan terus menjeratku. Aku yakin ini bukan salahku. Sangat yakin. Dunia gelap dan kelam itu memang pernah menyusup dalam kehidupanku. Bahkan membuatku terisolasi oleh kesalahan yang seakan terus meneror.

Hari ini. Tepat satu minggu setelah kejadian malam kemarin. Malam yang membuatku terus terbayang-bayang penyesalan ketika harus mengetahui bahwa kekasihku si kuncir meninggal tragis dengan tanganku sendiri. Aku tak pernah ingin melakukan itu. Tapi efek emosional terus melancarkan jiwaku untuk melakukannya.

Ketika saat itu, dadaku berhasil tertusuk pisau dapur dan punggung yang kurasakan sakit setelah terjatuh dari atap rumahku sendiri. Aku masih ingat ketika dua orang datang menghampiri kami karena keributan yang dilakukan. Aku juga yakin bahwa mereka yang akhirnya membawa saya terbaring lemah di rumah sakit. Kuketahui dari dokter yang merawatku.

Setelah ditangani secara serius selama satu minggu. Akhirnya aku bisa kembali istirahat di lantai rumahku. Aku segera pulang ditemani oleh temanku yang setia, Fery.  Dia adalah temanku yang juga sudah lama tinggal bersama denganku di rumah. Ia tak punya tempat tinggal di kota. Semua keluarganya ada di kampung. Aku memintanya untuk tinggal di rumahku karena aku merasa kesepian. Aku adalah anak tunggal dari orang tua yang paling sibuk di dunia ini. Ya, mereka selalu ke luar negeri dan pulang paling lama lima kali setahun.

Tiba di rumah. Aku masih tak memberanikan diri untuk naik ke loteng rumah. Aku tak ingin mengingat lagi kejadian malam itu. Aku pikir bahwa itu cukup menjadi kenangan pahit bagiku. Maka tinggallah aku termenung pilu di rumah. Aku seakan seperti terjerat dalam keadaan traumatis.

“Sandy, sudahlah, kamu tak perlu mengingat lagi malam itu. Ayo move on!” ungkap Fery menyemangatiku yang terus duduk kacau di teras rumah.
“Fer, aku juga ingin seperti itu. Tapi, aku merasa masih ada hal yang aneh pada malam itu. Aku sekaan terus dihantui oleh kejadian tersebut,” lantang segera aku berdiri di hadapannya.

Fery tampak tegang. Ia mungkin merasa khawatir denganku. Lalu dipegangnya pundakku. “Sandy, jika kamu seperti ini terus. Kamu bisa gila. Sayang sekali, aku tidak ada pada malam itu. Aku tak bisa melihat kejadiannya dan mungkin jika aku ada, aku bisa menghalangi agar semua itu tak terjadi,” Ia menarik tangannya dari pundakku dan segera pergi ke kamar.

Aku terus memikirkan kata-kata Fery. Aku memang cukup jauh untuk terus berpikir pada kejadian itu. Benar, aku bisa gila jika seperti ini terus. Maka kucoba untuk hidup normal lagi. Lalu kulangkahkan kakiku segera menuju ke kamar mandi. Membasuh muka yang seakan kotor pada pikiran-pikiran ganjil. Kemudian kuambil handuk yang tergantung pada gagang pintu. Kuusap mukaku dengan handuk itu sembari terus menatap cermin di hadapanku.

Tiba-tiba. Hsstthhh!!! Sebuah bayangan hitam melesat cepat dari cermin itu. Aku serentak terperanjat. Aku kaget dan membuat bulu roma sedikit tegak berdiri. Apa itu? Aku terus teriak dari kamar mandi. Seketika itu seseorang menggedor pintu dan memanggil namaku.

Kubuka perlahan pintu kamar mandi. Terbuka dan terlihat Fery tepat berdiri di balik pintu itu. Lalu ia menarikku segera keluar dari kamar mandi dan membuatku berhadapan dengannya dan juga menghadap tepat di depan kamar mandi itu.

“Ada apa? Kenapa kamu teriak? Apa yang terjadi?” tanyanya khawatir padaku.
“Tidak! Tidak! ini mungkin karena aku baru saja pulang dari rumah sakit dan masih merasa lelah,” ungkapku segera menutup pertanyaannya.

Lalu kuberanikan lagi memandang area dalam kamar mandri yang tepat berada di belakang Fery berdiri. Kulihat perlahan dengan mataku yang sudah penat. Wuhhh. Tampak sosok tinggi gelap membelakang dengan rambut panjang ikal ke bawah. Sontak membuatku kaget setengah mati dan membuat kakiku lumayan bergetar. Segera kututup wajahku dengan satu tapak tangan dan terus menunjuk ke arah kamar mandi. Fery yang melihatku bertingkah demikian lantas kaget dan heran.

“Ada apa? Apa yang kamu lihat?” tanyanya ketakutan.
“Itu.. itu.. itu,” kataku gagap dan menunjuk-nunjuk ke arah kamar mandi itu.

Fery pun berbalik cepat dan sepertinya tak melihat sosok apapun dari dalam kamar mandi itu.

“Hmhmh, sepertinya kamu memang sangat kelelahan. Sebaiknya kamu segera ke kamar dan apalagi mentari juga sudah hampir tenggelam dan malam ini aku ingin memperbaiki dinding yang sudah mulai lapuk,” sarannya dan segera aku berjalan cepat menuju ke kamar.

***

Malam akhirnya menyambut. Usai makan malam bersama Fery di ruang makan. Kembali aku ke kamar untuk mengistirahatkan tubuhku yang sudah sangat letih pada kejadian hari ini.

Di kamar. Aku terbaring lemas di kamar yang lumayan lunak. Meskipun begitu, mataku masih tak mau menutup diri. Aku gelisah dan sangat gelisah. Kubalikkan arah tidurku ke kanan ke kiri dan ke kanan lagi. Aku tak bisa tidur. Kutatap jam dinding yang tergantung tepat di kamarku dan sudah menunjukkan hampir jam 12 malam. Aku masih terjaga pada larutnya malam.

Lalu kucoba untuk menutup mataku perlahan sekali lagi dan akhirnya tertutup. Aku pun tertidur meskipun tak begitu pulas. Di tengah tidur kecilku tiba-tiba.

Brakk!! Sebuah benda terjatuh dan suaranya membangunkanku. Apa lagi ini? Aku makin ketakutan. Kurasakan tubuhku dingin membeku, gemetar dan menggigil padahal malam ini begitu panas. Tapi aku berpikir kalau itu hanyalah suara jatuhan benda dari kucing atau sejenisnya, bukan dari hal-hal aneh yang masih menjalar dalam benakku.

Brakk!! Sekali lagi suara itu terdengar. Dari dinginnya badan berubah keringat ketakutan. Aku merinding. Apa itu hantu? Kuangkat tubuhku dari kasur lunak itu. Segera berdiri dan perlahan kulangkahkan kakiku menuju ke pintu. Aku ingin keluar untuk memastikan suara itu. Perlahan gagang pintu yang terbuat dari besi itu kutarik. Aku merasakan kedinginan yang teramat dingin. Kubuka dan memandangi sekitar. Semua gelap dan bahkan lampu rumah juga sudah mati. Kuperhatikan pintu kamar Fery yang tepat berada di sebelah kamarku dan masih sangat tertutup rapat. Aku yakin dia tidak mendengar suara yang kudengar tadi.

Lalu kulangkahkan kakiku perlahan. Mengendap-endap mencari asal suara itu. Aku ke dapur karena merasa itu memang berasal dari dapur. Ketika tiba di dapur dan tak ada satupun sesuatu yang aneh di dapur. Di lantai pun tak ada benda yang berserakan. Lantas dimanakah asal suara itu?

Aku istirahat sejenak sambil membuka kulkas mencari minuman demi membasahi kerongkongan yang mulai kering karena ketakutan. Awwhh, betapa nikmatnya ketika bongkahan es batu masuk ke dalam kerongkonganku, terasa begitu adem ayem.

Kututup lagi kulkas itu dan tiba-tiba aku mendengar suara orang yang sedang menangis merintih. Hu..huu.huh. Suaranya begitu jelas dari pendengaranku. Seakan menyusup ke indra yang satu itu. Lantas membuat bulu kuduk berdiri tegak satu persatu.

Huh..hu..huu. Suaranya makin jelas. Ia seakan menangis karena kesakitan. Aku yakin itu suara perempuan. Suara tangisannya begitu mengiris hati. Aku pun juga mendengar itu berasal dari loteng. Loteng? Ya tepat dari loteng rumahku. Aku sangat ketakutan. Terasa semua tubuhku tercekik takut. Meskipun aku gelisah dan takut tapi aku harus memberanikan diri agar semuanya selesai. Aku tak ingin tersiksa dan terus dihantui oleh suara-suara aneh itu.

Maka mulai kugerakkan tubuhku menuju ke loteng tanpa membangunkan Fery. Aku tak ingin ia terlibat dengan semua ini. Biarlah aku yang cari tahu sendiri. Aku pun naik ke loteng dengan napas yang mendesah dan kadang hilang.

Tiba di loteng. Semua gelap dan begitu kelam. Kuraba-raba sekitar mencari sakelar lampu. Kutekan dan semua terang dengan lampu itu tapi tak seseorang pun di loteng. Namun suara tangisan itu malah semakin keras dan jelas di pendengaranku. Aku tahu, bukan di loteng tapi di atas atap, tepat berada di depan lotengku ini. Tepat berada di tempat kejadian malam kemarin terjadi.

Aku berjalan perlahan menghampiri jendela kecil lotengku. Kubuka dan segera naik ke atap. Betapa tercengannya diriku ketika kulihat sesosok wanita berambut panjang ikal tak beraturan sedang duduk selonjoran di tepi atap. Ia menangis tersedu-sedu. Suaranya begitu menyeringai.

“Siapa itu?” tanyaku penasaran.
Tangisannya makin kencang. “Sandy, sayang!” katanya begitu mendesah-desah.
“Kekasihku!” tebakku karena yakin suara itu seperti suara kekasihku yang telah meninggal. “Ada apa? Kenapa kamu menangis?” tanyaku lagi. Rasa takut yang kurasakan perlahan menghilang tapi kakiku tetap saja gemetaran.
“Sayang, aku sendiri. Aku kesepian. Temani aku dan peluk aku. Buka bajumu dan kita nikmati lagi seperti yang pernah kita lakukan dulu,” tuturnya dengan nada halus mencekik diiringi tangisan yang terus menderu.

Entah mengapa tapi aku tetap mengikuti ajakannya. Lalu segera kuangkat dan kubuka baju kaos hitam yang melekat di tubuhku. Tersisah singlet putih yang masih kukenakan. Kulihat ia pun perlahan membuka pakaiannya. Tiba-tiba.

“Sandy, apa yang kamu lakukan?” sahut seseorang dari belakangku. Aku berbalik badan segera dan kulihat Fery berdiri membuka jendela kecil loteng rumahku dengan palu tepat di tangan kanannya.
“Fery, kekasihku di sana,” kataku lalu menunjuk ke arah yang tadi kulihat tapi sudah tak ada sesosok apapun di sana. Aku kaget karena begitu jelas tadi kulihat tubuhnya masih berada pada tepi atap itu.
“Kawan, tidak ada orang di sana. Hanya…” belum selesai Fery meneruskan perkataannya tiba-tiba wajahnya berubah pucat. Matanya pun ikut merah. Aku takut. Apa yang terjadi dengan Fery?

“Sandy, hanya ada kamu di sini. Hanya ada kamu. Betapa teganya kau bunuh wanita yang juga kucintai itu,” kata Fery dengan nada marah dan kesal.

Lalu ia bergerak menuju ke atas atap dan berjalan menghampiriku. Aku masih kaget dan heran. Kutatap wajahnya yang begitu memerah. Lalu Fery tiba-tiba memukul pundakku dengan palu yang dibawanya. Menendangku dan membuat aku terjatuh. Aku pun teriak kesakitan.

Ia kemudian mengambil pisau dapur dari dalam sakunya. Ditodongkan pada leherku ketika aku telah tergeletak di atas atap.

“Sandy, kalau kamu ingin tahu? Aku lah yang membuat kalian saling bunuh seperti itu. Kumasukkan sebuah pil dalam minuman kalian. Pil yang dapat membunuhmu tapi aku tak menyangka efeknya hanya membuatmu lupa diri. Kulakukan ini karena aku cemburu karena kalian begitu dekat padahal aku juga mencintai wanita itu,” jelasnya dengan mulut yang terus menghembus napas pilu.

Aku tak menyangka setelah mendengar pernyataan dari Fery. Aku tak pernah tahu kalau dia ternyata juga suka pada kekasihku itu. Akibatnya, aku begitu kesal ketika mengetahui kejadian yang sebenarnya bahwa Fery yang membuat semua itu terjadi. Aku pun mengambil inisiatif untuk menendang tepat di kemaluannya. Ia menjerit kesakitan. Segera aku berdiri tapi ia lanjut loncat ke arahku dan membuat kami jatuh terpontang-panting hingga terhempas ke tanah. Kami berdua jatuh tengkurap bersamaan. Beberapa benda tajam juga terjatuh tapi tak satupun menimpa kami.

Di sela-sela kesakitan itu. Fery segera berlari ke arahku sembari membawa golok panjang di tangannya bermaksud untuk menusukku dengan golok itu. Aku berhasil menghindar dengan menggulingkan tubuh ke kiri. Aku berdiri dan menendang kakinya. Ia pun berdiri dengan kaki terlipat. Kumanfaatkan suasana dengan menghajar mukanya dan berhasil membuat darah terciprat dari hidungnya dan segera kubanting hingga terjatuh ke tanah.

Ketika ia terbaring lemas. Aku pun menginjak perutnya dengan keras dan membuat darah tersembur dari mulutnya. Seakan masih kesal, kuambil pula golok yang tadi dibawanya dan segera menusuk perutnya. Kembali darah terus menetes dari mulut, hidung dan perutnya. Tiba-tiba sesosok wanita berambut panjang seakan keluar dari tubuh Fery. Ia pun tertawa menyeringai.

“Hahahah. Ini adalah balasan karena kamu telah membunuhku. Akulah yang memasukkan pil itu untuk membunuhmu karena aku lebih suka temanmu dari pada kau. Tapi karena aku telah mati maka kubuat juga temanmu ikut mati agar ia bisa bersamaku abadi di sana. Aku pun merasuki jiwa temanmu itu dan membuat kau sendiri yang membunuh dengan tragis dirinya. Aku rasa balas dendamku padamu telah usai. Selamat tinggal mantan kekasihku, hahahahh,” ungkapnya terus tertawa menyeringai dan mendadak hilang.

Aku terperanjat dibuatnya. Sekali lagi aku berbuat suatu kesalahan. Apa yang aku lakukan? Lalu kuangkat kepala Fery, mencoba untuk membuat ia terduduk. Ia pun seakan ingin menyampaikan sesuatu padaku.

“Sandy, apa yang kamu lakukan? Kenapa kau membunuhku?” tanya Fery dengan darah yang terus merembes dari mulutnya.
“Fery, maafkan aku. Aku tak bermaksud melakukan ini. Tadi, aku pikir itu adalah dirimu tapi ternyata… .” kutatap Fery yang mulai terengah-engah. Napasnya terus mengembus keras-keras. Darah dari mulutnya tak henti mengalir deras.
“Sandy,” ungkapnya terakhir dan seketika itu ia tak sadarkan diri. Kucoba periksa nadinya tapi benar-benar tak terasa lagi. Jantungnya pun tak berdetak. Fery tewas pada saat itu. Aku menjerit menyesal. Air mataku pun terus mengalir deras hingga membuat darah Fery melumar.

“Akhhhhhhhhhhhhhh…..” pekikku kencang.

Habis. Habislah sudah. Dua orang yang terdekat padaku kini tewas dengan tanganku sendiri. Aku menyesal dan begitu menyesal. Tapi semua telah terjadi. Aku harus segera bangkit pada malasah yang terus menuntutku. Balas dendam kekasihku itu benar-benar membuatku kacau. Padahal, dulu aku tak bermaksud melakukannya. Melakukan pembunuhan itu.



Related Story for Cerita Bersambung ,Fiksi ,Horor ,Thriller

Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih telah menyempatkan diri untuk membaca artikel di atas. Sekarang waktunya untuk memberikan komentar, saran, kritik atau masukan demi karya yang lebih baik lagi. Buat kalian yang tidak memiliki akun google, bisa diganti dengan NAME/URL