Senin, 02 November 2015
Masa anak
adalah masa paling membahagiakan. Kata orang, masa anak ialah masa di mana
masalah terberat hanya PR Matematika. Benar juga, soalnya saat itu anak tidak
ditekankan dengan berbagai problematika yang paling sering dialami orang
dewasa. Tepatnya, itu memang bukan urusan anak-anak. Tidak jarang, banyak dari
kita yang ingin kembali ke masa itu atau paling tidak diperpanjang masanya.
Kebahagiaan
anak-anak bisa dilihat saat mereka berlarian di taman bersama teman sebaya sambil
sorak sorai ceria, bernyanyi dengan riang, lompat-lompat, main perosotan, jungkat
jungkit, dan kegiatan mengasyikkan lainnya. Tidak ada beban yang membuat mereka
tertekan. Anak-anak tidak perlu merasakan penatnya dunia.
Sayangnya,
akibat perkembangan zaman, masa anak kian tergerus. Banyak anak yang seperti
matang sebelum waktunya. Mereka cenderung berpikir berat seperti orang dewasa.
Tidak menutup kemungkinan, PR Matematika bukan lagi satu-satunya masalah
terberat bagi anak. Bahkan kini, mulai jarang kita lihat anak-anak berkumpul di
taman, berlarian sorak sorai, bernyanyi, atau lainnya. Anak-anak lebih suka di
rumah, nonton TV, atau asyik dengan gadget masing-masing.
Menurut
data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus 2013, jumlah pekerja anak di
sektor pertanian dan perkebunan mencapai 38,9 juta anak. Sementara jumlah
pekerja di sektor konstruksi, dengan pekerjaan berat seperti pekerja bahan
bangunan, mencapai 6,3 juta anak. Jumlah pekerja ini naik menjadi 7,2 juta pada
Agustus 2014. Anak-anak juga banyak yang dijadikan sebagai Pekerja Seks
Komersial (PSK). Selain permasalahan tersebut, anak-anak banyak mengalami
konflik batin, seperti kekerasan fisik dan bahkan pelecehan seksual. Jadi, ini
mengindikasikan bahwa dunia anak kian berat.
Lagu Anak Ikutan Punah
Masih ingat
lagu “Lihat Kebunku”, "Balonku", "Burung Kakak Tua", atau "Pelangi-pelangi”?
Liriknya yang sederhana membuat lagu anak masa itu dikenal hingga sekarang.
Bukan cuma lirik, tapi makna yang terkandung di dalam setiap baitnya menjadi
kunci tersendiri bagi anak.
Penyanyi
anak-anak bermunculan. Bobby putra Muchsin Alatas dan Titik Sandhora, Chicha
Koeswoyo sebagai contoh penyanyi anak-anak. Lalu generasi awal 90-an ada Ebiem
Ngesti, Melissa yang terkenal dengan "Abang Tukang Basko". Menyusul
di generasi akhir 90-an ada Enno Lerian, Leoni, Joshua, Trio Kwek Kwek dan
lain-lain. Selanjutnya pada awal tahun 2000-an, kita kenal penyanyi anak seperti
Tasya dan Sherina. Setelah itu, masa lagu anak pun redup.
Kini
telinga anak-anak banyak diperdengarkan lagu-lagu yang dibawakan Noah, Ungu,
Coboy Junior, atau Cherrybelle. Lagu tersebut memang begitu asyik didengar
sehingga tidak jarang anak-anak mampu mengingat lirik per liriknya dengan cepat.
Bukan masalah apa, tapi isi lagu yang kebanyakan tentang hubungan laki-laki dan
perempuan yang seharusnya bukan komsumsi anak-anak.
Banyak
penyanyi cilik bermunculan, tapi tetap saja lagu yang dibawakan lebih untuk
dewasa. Untung saja, di awal tahun 2015, kemunculan Romaria bersama "Malu
Sama Kucing"-nya yang begitu menggemaskan, dengan lirik yang sederhana
namun dapat mewakili keceriaan anak untuk zaman sekarang. Tapi, jika kondisi
yang kian memperihatinkan itu dengan produksi lagu anak kian menipis. Maka,
tidak menutup kemungkinan, lagu anak pun akan segera punah.
Tontonan Anak Kok Begitu?
Jika dulu
kita mengenal film "Joshua oh Joshua" atau "Petualangan
Sherina", maka sekarang film dengan gaya percintaan masa kini menjadi
tontonan paling populer. Banyak juga sinetron, salah satunya
"Ganteng-Ganteng Serigala", yang ternyata menjadi konsumsi anak-anak,
padahal alur ceritanya masih terlalu berat.
Film yang
paling terkenal untuk anak, seperti "Laskar Pelangi" memang menjadi
harapan besar bagi tontonan yang memang untuk anak. Namun, karena komsumsi anak
pada film dengan banyak unsur percintaan bahkan kekerasan membuat psikologi
anak juga semakin berkurang. Banyak anak zaman sekarang telah mengenal pacaran.
Bahkan, ada beberapa kasus seksual yang menyerang anak. Ada juga yang dengan
entengnya memperagakan tindakan kekerasan seperti yang ditonton di film-film.
Jika ini diteruskan tanpa pengawasan ketat, maka masa anak benar-benar akan
punah.
Permainan Semakin Canggih, Anak Semakin Ringkih
Masih
ingatkah kalian dengan permainan waktu anak-anak? Petak umpet, kelereng, bekel,
congklak, lompat tali, benteng, boi-boian, dan lain-lain. Permainan dengan
biaya sedikit atau bahkan tanpa biaya, namun begitu edukatif bagi anak-anak.
Namun sayang, permainan itu sudah jarang dimainkan dan tergusur dengan hadirnya
PSP, Game Boy, atau iPad.
Permainan
yang membutuhkan biaya tidak sedikit itu memang begitu mudah dan asyik untuk
dimainkan, tidak jarang membuat lupa waktu. Namun, dampaknya bagi anak juga
sangat besar. Anak-anak yang cenderung stay
di rumah, dengan hanya memainkan jempol mereka, membuat anak menjadi antisosial
karena hubungan dengan dunia luar juga kian berkurang. Selain itu, permainan
tersebut dapat membuat anak menjadi pribadi pemalas, penyendiri, dan agresif.
Tren sepatu
roda juga sedang menjangkiti anak-anak di kota Watampone dan beberapa kota
lainnya. Banyak anak mengendarai sepatu roda di alun-alun, teras rumah,
trotoar, bahkan di jalan raya. Tentu tren ini sedikit-banyaknya memberikan
dampak yang luar biasa bagi anak. Postifnya, ini merupakan olahraga dan membuat
anak lebih cekatan. Tapi, negatifnya, itu sangat berbahaya apalagi yang
mengendarainya di jalan raya. Ada beberapa kejadian ketika saya berkendara di
jalanan, tiba-tiba anak-anak melintas dengan sepatu rodanya, saya pun hampir
menabrak, untungnya bisa menghindar. Jika kecelakaan itu sampai terjadi, siapa
yang bakal disalahkan? Sebenarnya bagus, kalau diberikan arena yang mumpuni.
Apalagi jika sudah dilatih sejak dini, maka akan memberikan prestasi yang
memukau pada perlombaan yang biasa diadakan di luar. Jadi, tren itu tidak akan sia-sia.
Baiklah,
kita tidak bisa menyalahkan zaman yang telah mengubah anak-anak. Apalagi harus
memaksa anak zaman sekarang kembali ke zaman yang pernah kita hadapi dulu. Yang
kita lakukan, terutama bagi orang tua, ialah memberikan pengawasan ketat dan
perhatian yang lebih untuk tumbuh kembang anak. Lingkungan yang zona anak
sehingga mampu mewadahi anak melewati masa tanpa beban yang berarti, agar masa
anak tidak akan punah.
Related Story for Esai
,Informasi
0 Comments
Langganan:
Posting Komentar (Atom)