Jumat, 03 Juli 2015

Pria dan Bunga Mawar dalam Genggaman

Pria dan Bunga Mawar dalam Genggaman
Oleh: Justang Zealotous

Bunga yang terus kugenggam sedari tadi terjatuh. Kelopaknya berhamburan, bentuknya tak lagi sempurna. Setitik senyum pada pita menghilang, dipudarkan kegelisahan.

Bulir air mata tak tahan basahi pipi. Tak lagi terseka pada gerangan tangan yang rela. Semua hilang, rasa dan cinta itu. Semua yang telah lama kusimpan sejak pertama lihat dia di lantai dansa.

***

“Aku suka bunga tapi kau tak akan menemukannya di sini. Cepat datang, ya!” ucap wanita itu lewat telepon.

“Aku pasti ke sana dengan bunga mawar dalam genggaman dan tak mungkin kulewatkan momen kedua ini. Masih Kafe Armenda, kan? Tunggu aku!” Telepon itu segera kumatikan tanpa basa basi. Aku terlalu senang.

Pakaian nuansa biru abu-abu dengan manik-manik berkilauan telah terpasang. Celana jin tebal tak terlalu ketat jua kupasang. Minyak rambut dan semprotan parfum sana sini. Aku tak bisa menjadi makhluk biasa untuk malam luar biasa.

Kendaraan butut, setidaknya hampir mirip Lamborgini zaman batu, segera kuhampiri yang tepat terparkir di tepi jalan. Kukendarai dengan super hati-hati, namun tak begitu lamban juga.

Aku tak sabar untuk bertemu kedua kalinya di lantai dansa. Bukan karena apa, cuma dia yang kukenal sebagai pedansa terbaik di kota seribu kafe. Dan, aku bakal berdansa dengannya. Suatu kebahagiaan terbesar yang pernah ada dalam hidupku. Selain itu, aku diam-diam menaruh hati padanya.

Setelah tiba, rupanya ada penjual bunga di depan kafe. Bunga mawar dengan kelopak merah menyala dan semerbak harumnya yang mewangi. Tepat sekali seperti janji akan membawakannya.

Kubuka pintu kafe dengan perasaan yang beradu, senang juga gelisah. Aku senang karena bakal dansa lagi dengannya. Gelisah, ya, aku belum bisa menjelaskan mengenai kata ini, mungkin cukup gelisah tak bisa maksimal untuknya.

Setelah pintu kafe terbuka dan suara musik nostalgia ala tahun 90-an langsung memburu telinga, sudah ada puluhan orang yang meramaikan tempat itu. Kuarahkan ke pandangan segala arah, wanita itu tak terlihat. Apa dia sungguh datang? Aku sangat gelisah kini.

Tiba-tiba seorang wanita dengan topeng muka di wajahnya langsung maju ke lantai dansa. Dari postur tubuh yang lentik, jelas sekali dia yang ingin kutemui. Senyumannya mengembang dan menunjuk ke salah satu arah, kepadaku. Aku membunga.

“Kau!” teriaknya.

“Aku?” tanyaku dengan perasaan sangat gugup. Dia menggerakkan jemarinya memanggil.

Lalu, aku segera melangkah. Satu dua langkah, segera terhenti. Bukan aku. Dia tak menunjuk ke arahku, ada seorang pria gagah dari belakang yang melewati langkahku. Pria itu bergegas ke lantai dansa.

“Hentikan musiknya!” pinta lelaki itu sembari sebuah kain dari balik panggung
mengiringinya turun. Ada tulisan di sana, ‘Will you marry me?’.

***

Aku tak sanggup melihat ini semua. Air mataku masih berlinang. Bunga tadi barangkali sudah terinjak di sana. Aku tak peduli dan akan segera pulang. Cukup buat aku terluka lebih dalam.

Segera kucari ponsel di saku celana untuk menelepon teman agar dia menjemputku. Setidaknya menenangkan diri bersamanya. Ternyata ada pesan singkat yang dari tadi masuk. Aku membukanya. ‘Bukan Kafe Armenda. Tapi, Kafe Armenia. Segera datang dan dansa bersamaku.’


Related Story for Fiksi ,Flash Fiction ,Romance

Comments
1 Comments

1 komentar:

Terima Kasih telah menyempatkan diri untuk membaca artikel di atas. Sekarang waktunya untuk memberikan komentar, saran, kritik atau masukan demi karya yang lebih baik lagi. Buat kalian yang tidak memiliki akun google, bisa diganti dengan NAME/URL