Selasa, 03 September 2013
Setiap manusia memiliki cara yang berbeda-beda untuk menemui Tuhan. Dan, dari semua manusia yang pernah terlahir di muka bumi, maka pasti akan kembali padaNya. Pada siapa? Pada Tuhan yang menciptakan.
Hampir tiga hari lamanya mayatku terbujur kaku membusuk di bawah tempat tidur. Meski baunya tak mampu tercium lagi oleh indra penciumanku, tapi aku yakin baunya sungguh meracun. Saking baunya, tak satu pun hewan yang mampu hinggap lama di atas mayatku, apalagi harus mendekat. Mereka keburu muntah duluan.
Setiap hari yang aku lakukan hanya menangis memperhatikan mayatku sendiri. Tanpa bisa menyentuhnya, apalagi berbicara sepatah kata pun padanya. Aku kesepian menggantung sebagai makhluk yang tidak jelas keberadaanya. Makhluk yang ingin membawaku ke alamnya pun tak datang-datang menampakkan sosoknya. Seseorang yang setidaknya bisa melihat mayatku dan memakamkannya dengan layak juga tak datang-datang, termasuk istriku.
Di tengah lamunanku, seseorang tiba-tiba mengetuk pintu. “Tok..tok..tok, sayang, tolong buka pintunya. Aku, istrimu datang. Maaf, kemarin aku ngga bilang kalau pergi nonton konser Metallica dan nginap di rumah orang tuaku dulu. Kamu marah, ya?” teriaknya kencang di balik pintu sembari terus mengetuk pintu.
Seketika itu aku menangis mendengar suara istriku. Sadar kalau tidak bisa lagi menyentuh pipinya yang jelek, menggenggam tangannya yang kasar, mendengar dentuman bunyi buang gas setiap sebelum tidur darinya. Berasa ingin teriak tapi tak mungkin lagi terdengar. Kita telah memiliki dunia yang berbeda.
Beberapa menit kemudian, akhirnya istriku masuk ke dalam rumah dengan kunci yang sudah lama ia simpan sendiri. Ketukan pintu tadi cuma sekadar iseng darinya. Ia memang sering bertingkah bodoh seperti itu. Walau sebenarnya dia memang bodoh.
“Sayang, kamu di mana? Aku sudah di dalam rumah. Oh iya, kenapa rumah begitu bau? Lebih bau daripada gas busuk dari anus. Kamu habis perang buang gas, ya?” tanyanya teriak-teriak seraya memencet hidungnya yang hampir habis.
Aku terus memperhatikannya melongo perlahan menuju kamar tidur tanpa bisa berbuat apa-apa untuk menyadarkannya kalau aku ada di dekatnya. Perlahan dan akhirnya ia tepat di muka kamar, membuka pintu dan masuk. Dia terperangah kaget ketika melihat aku telah terbujur kaku plus pucat pasi. Ia mengangkat tempat tidut itu, lalu mengeluarkanku. Ia menangis sejadi-jadinya meski air matanya tak menetes setetes pun.
***
Saat istriku akhirnya menemukan mayatku di bawah tempat tidur. Pada sore hari, beberapa pelayat pun datang ke rumahku. Mereka datang untuk menghibur keluarga yang kutinggalkan, meski mereka bukanlah penghibur seperti penyanyi. Cukup uang dalam amplop putih yang menjadi penghibur hati.
Beberapa orang juga siap memakamkanku. Melakukan prosedur panjang, seperti pengesahan mayat, penandatanganan hak milik mayat dan perekrutan stuntmen jika terdapat masalah. Setelah semua selesai, akhirnya mayatku siap terbaring abadi di bawah tanah merah muda kecoklat-coklatan.
“Sayang, kenapa baru pergi sekarang? Aku sudah lama menanti saat seperti ini.” Meski terdengar aneh, tapi istriku terus meronta-ronta selama penguburan terjadi. Jika diberi kesempatan, ingin rasanya aku memeluknya dan berkata padanya bahwa aku sungguh mencintai Metallica.
Penguburan selesai dan semua orang termasuk istriku pun meninggalkan pemakaman. Tinggalah aku sendiri menangis pijar melihat kuburanku. Sesekali rasa takut membuncah di dadaku karena berada di tengah pemakaman. Aku takut sesosok hantu buruk rupa menampakkan dirinya. Hingga malam, aku tak jua meninggalkan pemakaman. Suara burung yang katanya hantu menyeringai dan menusuk-nusuk pendengaranku. Beberapa tangis merintih juga terdengar jelas di antara kuburan-kuburan yang ada. Rasa takut makin menjadi-jadi ketika suara mengerang menjerit-jerit kesakitan terus terdengar. Aku merinding, bulu kudukku berdiri tegak. Angin malam yang menamparku juga membuat tubuhku menggeliat ketakutan.
“Haaakhh!” sesosok mengejutkanku dari belakang. Aku berbalik cepat dan rupanya dia adalah makhluk yang pertama kali kulihat saat aku menjadi seperti ini, makhluk yang ingin membawaku ke alamnya.
“Kenapa melamun? Hantu kok takut hantu. Sebaiknya kamu masuk ke sekolah hantu biar menjadi hantu sejati. Oh iya, maaf, aku baru bisa datang sekarang karena lalu lintas sedang macet dan BBM naik. Bukti yang sebelumnya kau minta sudah ketemu. Ini dia!” ungkapnya lembut agak kasar sembari menodongkan bukti yang dimaksud.
Aku membaca perlahan surat bukti mengenai kematianku. Benar! Kurnia Putra Kosim, namaku telah tercatat di lembaran kertas itu.
“Ahaa! Sudah percaya, kan? Makanya jadi hantu ngga usah ngeyel. Baiklah, sekarang ganti pakaianmu itu dengan pakaian ini. Ada pakaian pocong, kunti, genderuwo, tuyul. Silahkan pilih dan semuanya gratis,” tawarnya.
“Ahh, ngga mau! Semuanya sudah pada eksis duluan dan pakaiannya juga agak kusut. Karena aku meninggal di abad modern. Aku mau pakai kemeja putih dengan rompi dan dasi abu-abu. Kalau tidak, aku mengundurkan diri sebagai hantu,” tolakku menggerutu.
“Sejak pertama ketemu hingga sekarang tetap menyebalkan. Baiklah, pakaianmu diganti di alam kematian saja. Sekarang ikut denganku,” tawarnya lagi dan sedikit kesal.
Aku pun menerima tawarannya dan akhirnya aku di bawa ke alamnya. Alam kematian yang masih belum aku mengerti.
Bersambung .... To Be Continue
Related Story for Cerita Bersambung
,Horor
,Komedi
0 Comments
Langganan:
Posting Komentar (Atom)