Rabu, 05 Februari 2014

Flash Fiction: Ketika Sawah Bersaksi

KETIKA SAWAH BERSAKSI
Oleh: Justang Zealotous

Rahmah menghempaskan tubuhnya dari kursi kayu dan membuang koran ke lantai setelah membacanya. Wajahnya yang putih bersih berubah merah tomat, napasnya terengah-engah. Dia segera berlari menuju rumah Hamzah, kekasihnya yang tak jauh dari rumah.
“Rahmah, mau ke mana?” tanya ibunya khawatir melihat Rahmah tergesa-gesa.
Rahmah tak membalas tanya ibunya. Dia terus berlari memburu. Matanya yang tak berair pun tak pernah lepas untuk terus menatap ke depan. Tubuhnya terus menerobos jalan di sisi  sawah dengan cepat. Dia tak peduli dengan bebatuan kerikil yang kian menusuk kakinya yang telanjang. Hal terpenting baginya adalah berlari sekencang mungkin.
Langkah kakiknya yang cepat itu terhenti setelah melihat punggung Hamzah. Air mata masih berlinang di wajah syahdu itu sambil membungkuk lelah. Hamzah membalik setelah mendengar embusan napas Rahmah yang begitu jelas mendesah. Sebelum kekata sempat keluar dari bibir pemuda bertubuh tegap itu, Rahmah lalu berlari menghampirinya dan memeluknya erat. Dia tampak sangat gelisah.
“Rahmah, ada apa?” tanya Hamzah heran. Tak biasanya wanita berambut hitam lurus itu bertingkah demikian.
“Zah, jangan ke sawah!” pinta Rahmah masih gelisah.
“Mengapa kau melarang aku ke sawah? Kau pasti malu punya kekasih petani seperti aku, kan? Aku memang petani. Penghasilan tak seberapa. Tapi, aku selalu ada untuk dirimu, mencintaimu.”
“Bukan begitu, Zah.”
“Lalu?”
Bibir Rahmah tetiba kaku. Giginya hanya gemeletuk dan tubuhnya bergetar hebat. Dia terus terdiam dalam lingkaran tanya Hamzah. Lalu, dengan langkah berani, Hamzah mendekap tubuh Rahmah seakan melindunginya bersama dekapan itu.
“Tak perlu khawatir. Aku di sini bersamamu. Nah, aku harus ke sawah sebelum hujan turun,” ucap Hamzah dan segera pergi menjauh ke sawah. Tubuhnya perlahan menghilang menginjaki pematang sawah itu.
Rahmah masih bergeming di tempatnya berdiri. Setelah sadar dari diam yang menusuk, tangisnya kembali pecah dan segera teriak memanggil Hamzah berkali-kali.
“Zah, jangan ke sawah!” pekiknya kencang.
Duar! Sebuah ledakan keras terdengar dari arah sawah. Rahmah semakin gelisah tak karuan. Penduduk desa pun berlarian mencari tahu sumber ledakan itu. Sementara itu, Rahmah menghempas diri ke tanah, dia sadar bahwa berita di koran tentang ranjau yang masih berkeliaran di sawah desa miliknya ternyata benar. Suara ledakan itu pasti hasil dari ranjau tersebut. Dia menyesal karena gagal memperingatkan Hamzah tentang ranjau itu.
Tangis Rahmah meledak-ledak. Dia terus berteriak memanggil nama Hamzah berkali-kali.
“Hamzah, kenapa kau meninggalkan aku?” Suaranya makin terdengar lirih.
Beberapa menit kemudian, sebuah langkah kaki terdengar dari arah sawah. “Aku tak pernah meninggalkanmu, Rahmah,” ucap Hamzah dan segera menghampiri Rahmah.
Rahmah tertegun menatap Hamzah, wajahnya kembali bersinar kebahagian. “Hal ini yang aku khawatirkan, Zah. Cukup ayahku yang menjadi korban ranjau itu.”
Mereka berdua kemudian berpelukan mesra.
“Rahmah, aku memang cuma petani. Tapi, kamu harus tahu, sawah ini pun akan jadi saksi bahwa aku akan selalu mencintaimu. Maukah kau menikah denganku?” tanya Hamzah mantap.
Rahmah tersenyum lepas.
Duar! Ledakan itu kembali terdengar. Sesaat kemudian, petani lainnya dari sawah muncul.
“Eh, maaf! Ledakan itu dari petasan kami. Hamzah yang memesan untuk melamar seseorang. Katanya, sih, biar meriah,” ucap petani itu halus. 


Related Story for Fiksi ,Flash Fiction ,Romance

Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih telah menyempatkan diri untuk membaca artikel di atas. Sekarang waktunya untuk memberikan komentar, saran, kritik atau masukan demi karya yang lebih baik lagi. Buat kalian yang tidak memiliki akun google, bisa diganti dengan NAME/URL