Rabu, 05 Februari 2014

Let Me Love You - Cerita Cinta

Let Me Love You
Oleh : Justang Zealotous

Dari dulu, aku telah jatuh hati padamu. Sejak pertama kali kita bertemu, kau menjadi seorang pahlawan bagiku. Menyelamatkan hidupku di suatu malam dari para berandal yang hampir merebut kehormatanku. Setelah kau menyelamatkanku, kau tak sedikitpun menyentuhku malam itu. Kau hanya memberikan jaketmu untuk menutupi kulitku yang hampir dibekukan dinginnya malam.
Aku tahu hatimu sangat tulus. Sebening langit yang tak berawan. Tak sedikit pun niatmu yang lain selain menolongku malam itu. Kau juga sangat baik dengan membuatkanku secangkir teh panas. Kau terasa tahu betul aku sedang membutuhkan perhatian untuk menenangkan pikiranku.
Setelah hampir tiga bulan kita bersama. Tapi, tak secuil kata pun yang kauberi untuk ungkapkan perasaanmu padaku. Padahal aku yakin kaurasakan yang sama seperti apa yang kurasakan selama ini. Aku ingin lebih dari sekadar sahabat atau adik kakak yang selama ini kita jalani. Aku ingin kau menyatukan cinta bersamaku selamanya.
***
Suatu hari, aku mendatangi rumahmu. Aku mencoba untuk menumbuhkan perhatianku lebih padamu agar kausadar tentang perasaanku. Kubawakan sebuah kue cokelat dengan taburan makaroni di atasnya. Berharap kau akan sangat senang.
“Hai, apa yang kaulakukan, Rinjani?” tanyamu saat kau membukakan pintu untukku. Wajahmu hari itu selalu sama, dengan ucapan lembut dan mata yang berbinar indah. Rambutmu yang selalu cepak, postur tubuh sedang, dan gaya yang semakin melelehkan hatiku.
“Tentu saja, aku ke sini untuk membawakanmu kue cokelat. Pasti kamu suka, Radit.”
“Sungguh? Hmhm, aku tak sabar lagi mencobanya karena kutahu apapun yang dimasak oleh Putri Rinjani pasti sangat enak. Ayo, masuk!”
Aku pun masuk ke dalam rumahmu. Rumah yang selalu nyaman setiap kakiku melangkah memasukinya lebih dalam dan lebih dalam lagi. Kemudian, kau mempersilahkan untuk duduk di atas sofa berbalut kain coklat susu. Sementara itu, kau mengambil satu sendok untuk menyantap kue yang baru saja kubawakan. Kau memang begitu baik, selalu menghargai setiap apa yang kubawakan.
Di sela-sela kau menyantap kue itu, aku mencoba menyinggung tentang hubungan kita. “Radit, tahukah kau? Tuhan itu menciptakan semua secara berpasang-pasangan. Bulan dan bintang, raja dan ratu. Tak pernah ada yang tersisa untuk merasa sendiri.”
“Lalu?” balasmu.
“Ya, tapi sayangnya, ada satu makhluk yang telah lama berdiam diri dalam kesendirian. Sepi tanpa cinta, sepi tanpa kasih sayang. Dia butuh seseorang untuk melengkapi kesendiriannya itu. Dia adalah orang yang membawakan cokelat ke rumah seseorang,” terangku.
Seketika itu, kau terdiam tanpa kata. Kauletakkan sendok dan cokelat itu ke atas meja yang ada di depanmu. Sepertinya kau telah sadar akan maksudku.
Jantungku mulai berdetak kencang. Napasku mendesah perlahan. Lalu, mendadak kutarik tanganmu dan menaruhnya ke dadaku. “Kini, aku merasakan hal sepi itu, apakah Tuhan melupakan aku? Aku butuh cinta darimu. Apakah kau tak sadar itu?”
Kau bergeming. Matamu menatapku tajam.
“Radit, dari dulu aku telah jatuh hati padamu. Aku sudah lelah digantung seperti ini,” jelasku dan kubalas tatapanmu lebih tajam lagi.
Kau sontak menarik tanganmu. “Rinjani!” Matamu nanar berusaha memalingkan wajah. “Kau tak pernah tahu apa yang kurasakan. Ya, aku juga tersiksa tapi aku tak mau merasakan jatuh cinta lagi. Aku tak mau terluka lagi karena cinta yang salah”
Rasa pedih terasa begitu saja hingga menusuk hatiku lebih dalam. Hingga akhirnya jatuhan tetes air mata yang keluar. Kutahu ketakutanlah yang menguasaimu. Kini di sinilah kita, terasa dekat tapi jauh. Aku terus mencoba menyadarkanmu bahwa kau tak ‘kan salah lagi.
“Radit, aku tak ‘kan pernah melukai hatimu. Biarkan kuberi ketenteraman dalam hatimu. Kutahu kau takut ini akan salah seperti kesalahan yang pernah kaubuat. Tapi, biarkan aku mencintaimu dan memberikan kedamaian hati itu,” ujarku semakin menguatkan.
“Hentikan! Luka yang kemarin kuterima terlalu pedih untuk harus terulang lagi. Akan kukubur rasa cinta yang pernah memekar,” bantahmu kian kerasa kepala.
“Baiklah, aku akan pergi dan kuharap kau bisa sadar bahwa yang kaulakukan ini lebih salah daripada kesalahan yang pernah kaubuat hingga menanamkan luka di hatimu.”
Sembari tangis yang terisak-isak, aku pun mengangkat kaki dari rumahmu. Sebenarnya, dunia ini bisa jadi milik kita bersama andai kau mau. Kita bisa merangkulnya andai kau bisa merangkul tanganku. Tak ada lagi jalan untuk kembali dan berharap kaucoba untuk mengerti hal itu.
***
Seminggu kemudian, kutemukan kau berjalan di taman sendirian dengan air mata berlinang di wajahmu. Setelah kita kehilangan kontak sejak kejadian itu, kau bersembunyi di balik tembok besar rumahmu. Setiap kali kucoba untuk mendatangi rumahmu, kau tak pernah lagi membukakan pintu dan menyapaku dengan senyuman khasmu. Bahkan ketika aku menelepon, kau tak jua angkat. Aku merindukanmu. Rindu saat canda tawa yang selalu kita bawa bersama.
Aku pun berlari mendekatimu. Aku berlari dari arah belakangmu. Saat tiba, segera kupeluk tubuhmu dari belakang. Kau sontak menghentikan langkah.
Hampir beberapa menit, kau berada dalam pelukanku. Pelukan yang sangat kuharapkan selama ini bersamamu. Pelukan yang memberikan kenyamanan dalam jiwa. Kemudian, kulepaksan dan kau berbalik.
“Rinjani?” sapamu kaku. Tak lagi kutemukan wajah yang selama ini bersinar bahagia.
 Dengan suara tersedu-sedu, aku berucap pilu. “Radit, maafkan aku! Aku tak pantas membuatmu begini. Aku hanya mencoba mereda luka yang pernah menghunjam tubuhmu. Tapi, jika ini pilihanmu untuk tak pernah mencintaiku. Aku pasrah, tetapi izinkan aku untuk menjadi sahabatmu. Menjadikan adik yang selama ini kauanggap.”
Tanpa basa-basi lagi, aku membalikkan badan. Tetesan air mata mulai perlahan mengalir. Hatiku pun sekaan hancur luluh. Aku lalu mencoba berjalan menjauh, namun kau mendadak mencegatku dengan menarik tangan kananku dan memaksaku membalik ke arahmu lagi.
Sekonyong-konyong, kau mendekapku. Mendekapku lebih erat. Kau seakan tak ingin melepaskan dekapan itu dariku.
“Rin, aku memang lelaki pengecut. Ketakutan ini terlalu lama menguasaiku. Membutakanku dari kasih sayang yang seharusnya bisa kudapatkan. Aku tahu, kau adalah wanita yang baik. Aku terlalu bodoh untuk harus melukai ketulusan hatimu. Jadi, maukah kau menerima aku menjadi kekasihmu?” tuturmu mulai terlihat mantap.
Aku tak bisa berkata-kata lagi. Lidahku seakan kaku. Beberapa bunga bak tumbuh seketika di hatiku. Hanya sebuah anggukan yang mampu kutunjukkan untuk menerimamu. Segera kau mendekapku lagi dan mengangkatku bagai bidadari dalam hidupmu.
 Kini, cinta itu akhirnya bersemayam dalam hidup kita. Tak perlu ada lagi yang harus ditakutkan. Aku adalah putri yang telah ditakdirkan Tuhan untuk bersamamu. Aku akan selalu menjaga hatimu agar tak terluka lagi. Sebagaimana kau menjagaku saat malam pertama bertemu.

Cerpen ini terinspirasi dari lagu Demi Lovato “Give Your Heart a Break”


Related Story for Cerpen ,Fiksi ,Romance

Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih telah menyempatkan diri untuk membaca artikel di atas. Sekarang waktunya untuk memberikan komentar, saran, kritik atau masukan demi karya yang lebih baik lagi. Buat kalian yang tidak memiliki akun google, bisa diganti dengan NAME/URL