Minggu, 28 Juli 2013

Pangeran Jas Hujan

PANGERAN JAS HUJAN
By. Justang Zealotous

Wajahmu adalah rupamu,
Kau lebih dan kurang menyelipi
Paras yang elok
Itukah yang kaucari?

ADA sebuah alasan mengapa aku masih menjadi gadis dua puluh tahun yang betah dengan kesendirian. Cantik rupawan itulah kendalaku. Aku terus berpikir bahwa lelaki yang mana yang mau dengan gadis buruk rupa sepertiku?

Aku benci wajahku. Gadis kacamata. Rambut kepang. Riasan tebal. Mulut yang menjorok ke depan. Rahang yang moncong. Hidung yang setengah habis. Hantu sendiri bahkan akan muak jika melihatku. Ingin operasi plastik, biaya super mahal. Menghabiskan hartaku tujuh turunan.

Namun, satu yang membuat aku mampu bertahan hidup dalam wajah yang tidak keruan begini, adalah Henry.  Cowok tampan, tinggi, kulit putih bersih, rapi, fashionable dan dengan tubuh atletisnya yang selalu kupandangi dari jauh di kampus. Sekalipun jiwa keberanianku tak pernah muncul untuk mendekatinya. Aku sadar diri. Dia adalah pangeran, sedangkan aku hanyalah budaknya bawahan.

Hari ini, sekali lagi di kampus. Seperti biasa semua orang jijik untuk mendekatiku. Aku tak pernah punya teman, tak pernah seseorang berjalan berdampingan denganku. Tapi, aku tetap berusaha untuk menikmati hidup dan terus bermimpi suatu saat nanti penghulu menikahkan aku dengan pangeranku.

Aku berjalan tergesa-gesa karena hari ini aku ada ujian praktikum. Meskipun wajahku berantakan tapi otakku tetap menjadi otak ideal. Makin kupacu jalanku. Aku lalu bergerak cepat dan tiba-tiba.

Brakk!

Pundakku menabrak pangeranku. Beberapa buku yang kubawa terjatuh ke tanah. Ia menatapku lama dan kuyakin ia mulai jijik padaku.

“Ehhh, gadis aneh. Singkirkan tubuhmu di hadapanku,” katanya marah dan mengempaskan tubuhku hingga terjatuh. Aku tak balik marah padanya. Bahkan aku rela ketika tubuhku diempaskan olehnya. Aku juga senang karena tangannya berhasil terlekat di tubuhku. Aku pun mampu menatap matanya yang dingin itu membekukan hatiku.

Segera aku memungut beberapa buku yang jatuh di lantai ketika sadar ia telah pergi meninggalkanku sendiri. Lalu bangkit dan kembali bergegas menuju ruang praktikum.

***

Pukul 12.30 siang. Ujian praktikum telah selesai. Kubereskan segera buku-buku dan kumasukkan satu persatu ke dalam tas punggung merahku. Kudengar gemuruh petir bergejolak di luar sana. Hujan deras tampaknya akan mengiringiku pulang siang ini. Namun, aku malah senang karena hujan adalah salah satu ciptaan Tuhan yang sangat kusuka. Setiap butir-butir hujan yang turun dan membasahi adalah sebuah keistimewaan yang tak mampu kuungkapkan dalam sebuah kata.

Sesuka apapun aku pada hujan. Tampaknya siang ini lebih kupercayakan payung hijau totol-totol untuk melindungiku karena hujan sangat deras. Apalagi jarak rumahku dari kampus cukuplah jauh. Jika disuruh untuk menunggu hingga hujan reda. Lebih baik seluruh tubuhku ini terkena hujan. Aku tidak suka menunggu.

Ketika di depan kampus. Beberapa orang tampak menunggu hujan reda sementara aku segera berjalan melompat ke genangan air. Lalu berjalan cepat untuk pulang di bawah derasnya hujan. Namun, hujan deras disertai angin kencang membuat payungku terbang. Jadilah tubuhku seperti kecemplung di laut.

Basah dan semua basah. Aku berusaha mengejar payungku tapi tampaknya itu sudah terlalu jauh. Tiba-tiba seorang pria berpakaian jas hujan biru menghampiri sambil membawa payung hijauku.

“Ini payungmu?” tanyanya seraya menyerahkan payung hijauku.
“Iya, betul. Itu payungku. Terima kasih.”

Ia sangat baik padaku tapi aku tak mampu melihat wajahnya yang tertutup oleh penutup kepala jas hujan dan maskernya. Meskipun begitu, aku tetap bersyukur karena rupanya dari seluruh makhluk di muka bumi ini, hanya dia yang rela mendekatkan tubuhnya padaku.

“Hati-hati, hujan hari ini sangat deras,” tuturnya dan entah kenapa mulai membuat jantungku makin berdebar.
“Iya, tapi tidak masalah karena aku suka hujan. Aku tidak takut ketika butiran hujan ini harus membasahiku.”
“Aku juga suka hujan,” ungkapnya dan membuatku takjub.
“Serius?” heranku. Pria yang tak kuketahui wajahnya itu mulai membuat kedamaian terasa di hati.
“Aneh, ya? Memang banyak orang bilang begitu kalau aku aneh karena suka hujan.”
“Tidak! Menurutku, kamu sempurna ketika kamu suka hujan tapi kenapa kamu ingin mendekatiku? Apakah kamu tidak malu pada wajahku yang buruk ini?” tanyaku padanya.
“Malu? Kenapa harus malu? Aku berpikir bahwa hanya orang bodoh yang tak bisa melihat kecantikanmu,” tuturnya disertai tawa kecil yang terdengar jelas melalui sela-sela pendengaranku.“Baiklah, nama kamu siapa?”
“Aku Tina. Kamu?”
“Aku Hasyim. Tina, aku harus pergi sekarang. Sekali lagi, hati-hati,” katanya lalu pergi meninggalkanku. Namun, sebelum ia pergi. Dia terlebih dahulu memberiku secarik kertas yang berisi nomor hadphone-nya.

Terciptalah perkenalan singkat kami di bawah derasnya hujan. Pangeran jas hujanku ini membuat jantungku tak berhenti berdebar. Ia seakan memalingkan pikiranku pada pangeran kampusku.

Ketika malam tiba. Aku tersadar pada secarik kertas yang dia berikan padaku sebelum ia pergi. Aku lalu menghubunginya. Tet…tet…tet. Tersambung. Kudengar suaranya yang begitu lembut. Kami berbincang-bincang dalam sambungan telepon selarut malam. Membincangkan segala hal tentangku dan dirinya. Percakapan di telepon berhenti ketika sadar malam telah larut betul.

Percakapan di dalam telepon itu terus berlanjut setiap malam. Kadang aku yang menghubungi pertama dan kadang ia dahulu. Walaupun demikian, sampai sekarang aku belum jelas melihat wajahnya. Ia masih samar-samar olehku karena pertemuan kami secara nyata hanya pada waktu hujan deras kemarin.

***

Suatu hari, ketika usai dari kampus. Hujan deras kembali turun menghantam bumi. Saat itu, aku kembali teringat pada pangeran jas hujanku. Aku berharap di tengah hujan ini aku dapat berjumpa dengan ia lagi secara nyata. Bukan melalui telepon.

Sebelum aku melangkahkan kaki pada genangan air. Kulihat Henry, pangeran kampusku berjalan di depanku sambil mengeluarkan jas hujannya yang ia sematkan dalam tas. Aku yang sementara itu sedang memegang pulpen tinta, tiba-tiba tersenggol lagi olehnya dan membuat tintaku mengotori jas hujannya.

“Akhh, maafkan aku!” kataku menyesal.
“Maaf? Tinta anehmu itu telah mengotori jas hujanku. Sekarang pergi dan bawa wajah jelekmu itu dari hadapanku sebelum kubuat kau menyesal telah dilahirkan,” dingin Henry dengan tatapan sinisnya dan kemudian pergi dariku sambil membawa jas hujannya yang telah kukotori.

Aku menahan air mataku. Aku sadar, kini pangeranku itu berubah menjadi iblis di pandanganku. Cukup pangeran jas hujanku yang menemani hidup ini. Aku tak selayaknya bertahan pada orang yang sama sekali tak pernah mencintaiku. Aku segera berlari ke derasnya hujan sementara isak tangis yang terus kutahan.

Lalu kulepaskan semua masalahku. Aku menangis sekencang-kencangnya bersama petir yang terus menjerit. Inilah sebab aku suka hujan. Aku bisa melepas benak tanpa malu orang tahu aku sedang meneteskan air mata.

Tak lama kemudian. Pangeran jas hujanku muncul membawa sebuah payung ke arahku. Meskipun hujan, sepertinya dia tahu aku sedang menangis karena melihat mataku yang terus memerah dan sembap.

“Kamu menangis?” tanyanya seraya mengusap air mataku.
Aku terdiam dan jantungku terus berdetak kencang ketika tangannya menyentuh pipiku.
“Kamu punya masalah? Ceritakan padaku.”
“Tidak. Aku sama sekali tidak punya masalah. Aku menangis haru karena hujan hari ini sangat indah,” tangkasku dan ia tertawa.

Hujan hari ini rupanya berhasil membuatku kedinginan. Aku mengginggil. Tanganku gemetar karena kedinginan. Tiba-tiba dia memelukku. Dia mendekapku erat karena bermaksud untuk menghangatkan tubuhku yang ia lihat sangat kedinginan.

Jelas. Tubuhku sungguh dihangatkan oleh tubuhnya dan jantungku kurasakan makin tak karuan. Rasa cintaku padanya mulai tumbuh mengembang. Namun, sebuah hal aneh kupandangi pada jas hujannya. Kotor. Ada tinta. Jas hujannya sama persis dengan jas hujan mantan pangeranku, Henry.
Dengan cepat kulepaskan pelukannya di tubuhku. Lalu kuhantam dia dengan pertanyaan. Ia kaget dan heran.

“Hasyim, siapa orang dibalik penutup kepala dan maskermu itu?” tanyaku mulai curiga padanya.

Dia diam tak berkutip. Kemudian memalingkan tubuhnya. Dia seakan sembunyi pada kecurigaanku. Segera kutarik penutup kepalanya dan melepaskan maskernya dan dia adalah: Henry. Jadi, pangeran jas hujanku selama ini adalah mantan pangeran kampusku. Mengetahui hal itu. Aku sangat kecewa padanya. Emosiku mulai memuncak tinggi. Aku ingin marah. Mengamuk padanya. Lalu segera ingin lari dari hadapannya. Aku malu. Namun dia mencegah dengan menarik tanganku.

“Tina. Maafkan aku! aku tak pernah jujur padamu. Iya, aku Henry. Henry Hasyim. Aku adalah orang yang selalu menyakitimu tanpa punya perasaan. Aku memang kejam. Tolong, maafkan aku!” katanya memohon.

“Maaf? Setelah semua yang kaulakukan padaku. Kamu ingin maaf dariku? Dulu, kamu memang menjadi pangeran impianku. Aku rela ketika kauempaskan tubuhku. Tapi, ketika kutemukan sosok dirimu sebagai pangeran jas hujan yang membuatku jatuh hati. Kau benar-benar membuatku kecewa,” kataku dengan nada marah.

Ia lalu menarik tubuhku. Memegang kedua tanganku. “Aku memang pengecut. Pria paling pengecut. Aku egois mementingkan identitasku sendiri di kampus dan berpura-pura malu padamu. Tapi jujur, aku tak pernah malu padamu. Kamu adalah bidadari yang mampu membuat senyumku membeku. Membuatku lupa pada dunia. Membuatku berani pada hujan yang selama ini membuatku takut.”

Sekali lagi, ia ingin memelukku tapi kucegah segera. Kuempaskan tubuhnya seperti biasanya ia mengempaskan tubuhku. “Simpan semua kata-kata itu. Aku tahu wanita buruk sepertiku bukanlah yang pantas untukmu. Pergi! Pergi dari hadapanku!” kataku seraya tangis yang terisak-isak.

Aku lalu berbalik dan lari darinya. Berhenti tepat di tengah jalan. Kubiarkan semua butiran hujan membasahiku sembari tetesan air mata ini mengalir deras. Tiba-tiba sebuah mobil dari arah barat berjalalan cepat menghampiriku. Sementara Henry yang melihat kemudian berlari dan mendorong tubuhku.

Dorongannya membuatku terjatuh ke tepi jalan. Tapi, mobil yang berjalan cepat itu lansung menabrak tubuh Henry. Membuat ia terlempar ke atas mobil. Lalu tubuhnya terempas membentur aspal jalan. Darahnya merembes kemana-mana. Mulutnya terus mengeluarkan darah.

Aku yang melihatnya kemudian menjerit dan segera berlari ke arahnya. Aku lalu duduk berlutut. Terus memegang tangannya sementara beberapa orang tampak berlarian bergerombol menuju ke arah kami.

“Hasyim. Jangan tinggalkan aku! Aku tak pernah marah padamu. Pangeran jas hujanku.”
“Tina. Bidadariku benarkah itu?” tanyanya diikuti senyuman manis.
“Benar. Kamu akan selalu jadi pangeran jas hujanku. Tapi, aku mohon jangan tinggalkan aku. Cepat bangkit dan peluklah aku.”
“Bidadariku, aku sangat senang ketika kau berkata begitu. Baiklah, angkat aku dan peluklah aku,” katanya serta terus memuntahkan darah.

Lalu kuikuti katanya. Kuangkat tubuhnya dan kupeluk dengan pelukan cinta. Sementara itu, air mataku tak kuasa terus mengalir.

“Bidadariku. Terima kasih karena kau telah memelukku. Sekali lagi, mohon maafkan aku,” katanya dan ia makin memelukku erat sementara darahnya mulai menetes ke pakaianku tapi aku tidak peduli.
“Pangeranku. Aku maafin kamu. Selalu maafkan kamu.”
“Kamu harus tahu satu hal. Aku… cin..ta… ka..mu,” katanya terbata-bata. Tubuhnya mulai terasa sangat dingin dan pucat.
“Aku mencintaimu juga,” ungkapku lantang dan mulai tak merasakan tubuhnya bergerak.

Aku takut. Kurasakan denyut jatungnya yang mulai tak berdetak. Nadinya pun terasa hilang. Pangeran jas hujanku meninggal di pelukanku. Aku menjerit, menangis, merintih. Semua orang kemudian mengangkat tubuhnya ketika mobil ambulans datang.

Dan tinggallah ia terbaring abadi di dalam tanah. Tapi, aku puas di akhir hidupnya, ia telah mengatakan cinta padaku, di dalam pelukanku. Pangeran jas hujan akan selalu teringat dalam memori indahku.


Watampone, 28 – 7 – 2013

Oleh Justang Zealotous


Related Story for Cerpen ,Fiksi ,Romance

Comments
2 Comments

2 komentar:

Terima Kasih telah menyempatkan diri untuk membaca artikel di atas. Sekarang waktunya untuk memberikan komentar, saran, kritik atau masukan demi karya yang lebih baik lagi. Buat kalian yang tidak memiliki akun google, bisa diganti dengan NAME/URL